Wacana Darurat Sipil di Papua dinilai hanya akan memperburuk situasi yang terjadi di wilayah tersebut. Karena itulah aktivis Papua, Natalius Pigai, menolak keras wacana tersebut.
- PBB Ubah Predikat Indonesia dari 'Negatif' jadi 'Netral' Pasca Transfer Terpidana Mati Mary Jane
- Menteri HAM Natalius Pigai: Lewat Kritik, Media Dapat Mengisi Ruang Kosong Pemerintahan
- JMSI dan Natalius Pigai Sepakati Komitmen Perkuat HAM Tanpa Diskriminasi
Adalah insiden pembajakan pesawat Susi Air PK-BVY dengan rute perintis Timika Paro oleh kelompok separatis Papua di Nduga pada Selasa lalu (7/2) menjadi pemicu munculnya wacana Darurat Sipil ini. Kelompok ini mengklaim menculik dan menyandera pilot beserta penumpang pesawat.
"Saya menolak keadaan Papua Darurat Sipil, karena akan mengancam rakyat sipil. Tanpa Darurat Sipil saja rakyat ditangkap, disiksa, dan dibunuh tiap saat," ujar Natalius Pigai melalui akun Twitter pribadinya, Minggu malam (12/2).
Daripada menerapkan kebijakan Darurat Sipil, Pigai menyarankan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di Papua melalui proses demokrasi.
"Selesaikan saja masalah Papua melalui proses demokrasi yakni Dialog Damai," imbuhnya dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
Wacana Darurat Sipil ini disampaikan Wakil Ketua DPR RI Bidang Politik dan Keamanan, Lodewijk Paulus, menyusul terjadinya insiden penyanderaan di Nduga.
“Kita harus pahami, bahwa Papua ini sekarang status darurat sipil. Maka yang di depan adalah penguasa darurat sipil, Gubernur, yang di depannya otomatis penegak hukum,” kata Lodewijk di Jakarta, Jumat (10/12).
Namun dalam pandangan Koordinator Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Fatia Maulidiyanti, pernyataan Lodewijk Paulus soal darurat sipil di Papua dinilai berbahaya. Karena hal itu dapat memperburuk situasi kemanusiaan di sana.
Dijelaskan Fatia, pernyataan itu bisa membuat kekerasan di Papua semakin menjadi-jadi. Karena pernyataan itu bisa menjadi validasi bagi aparat keamanan atau kelompok bersenjata untuk semakin agresif dalam bertindak.
"Dikarenakan, melalui kebijakan darurat sipil negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya pejabat negara untuk tidak reaktif menyikapi situasi konflik yang sedang terjadi,” jelas Fartia.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- PBB Ubah Predikat Indonesia dari 'Negatif' jadi 'Netral' Pasca Transfer Terpidana Mati Mary Jane
- Menteri HAM Natalius Pigai: Lewat Kritik, Media Dapat Mengisi Ruang Kosong Pemerintahan
- JMSI dan Natalius Pigai Sepakati Komitmen Perkuat HAM Tanpa Diskriminasi