Pemerintah Abai Buat Payung Hukum Ojol

Payung hukum kendaraan roda dua sebagai bagian dari transportasi online masih menjadi kendala sampai saat ini.


Pemerintah pun abai, sehingga persoalan Ojol bahasa lain ojek online belum ada jalan keluarnya.

Hal itu diutarakan pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan di Jakarta, Senin (23/4).

"Pemerintah ini enggak jelas sikapnya sudah tiga tahun berkembang ini, terhadap ojol (Ojek Online) belum ada regulasi payung hukumnya sehingga juga akibatnya tarif itu bisa jadi macam-macam," jelasnya.

Baca juga: Ribuan Ojol Megadu Ke DPR

Menurut dia, pemerintah perlu dengan segera dan secara tegas mengeluarkan payung hukum terhadap para Ojol, serta dapat memperhitungkannya sebagai bagian dari moda angkutan umum dengan mengeluarkan minimal Peraturan Menteri (PerMen).

"Setidaknya regulasi payung hukum yang dikeluarkan nanti Peraturan Menteri lah, itu sudah cukup sebagai langkah awal sebelum merevisi UU no.22 tahun 2009, supaya ada pengakuan pada transportasi online, regulasi selanjutnya mengakui roda dua sebagai angkutan umum, itu yang penting," ujar Azas Tigor.

Tak hanya itu, tarif wajar pengguna yang harus diberikan kepada para driver ojek online adalah sekitar Rp 3200,-.

"Minimal tarif itu sekitar Rp, 3200 dan itu nanti akan kami sampaikan ke pemerintah, ke DPR sudah, nanti juga kepada aplikator, kepada perusahaan, supaya mereka menentukan tarif minimal ini menjadi tarif pengguna, kami tidak mengeluh tarif yang sama. Terserah masing-masing perusahaan mau menggunakan tarifnya seperti apa, yang terpenting syarat minimal seperti tadi itu," paparnya.

Azas Tigor mengimbau pemerintah agar dapat tegas terhadap status aplikator apakah sebagai penjual aplikasi atau sebagai perusahaan transportasi.

"Jadi nanti tolong segera, pemerintah juga harus tegas nih terhadap aplikator, kalau aplikator ya aplikator jangan jadi perusahaan angkutan umum atau operator angkutan umum begitu, harus jelas," imbuhnya. [dzk]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news