Pertahankan Hak Atas Tanah Rakyat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)

Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net

Terima kasih kepada Presiden Jokowi yang bercita-cita untuk mensertifikatkan setiap jengkal tanah di Republik ini, yang direncanakan akan selesai 100 persen terdaftar bersertifikat pada tahun 2025.

Sertifikat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN berlogo Burung Garuda yang sama di seluruh wilayah NKRI sekaligus sebagai eksistensi negara agar tidak terulang lagi kasus Sipadan Ligitan, wilayah Indonesia yang lepas ke Malaysia.

Rakyat tentu menyambut baik cita - cita mulia Presiden Jokowi.  Hanya perlu ditingkatkan upaya perlindungan hukum atas tanah yang sudah disertifikatkan oleh negara dalam hal ini, Kementerian ATR/BPN. Sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan negara untuk menjamin kepastian hukum harus sempurna tidak ada toleransi kesalahan yang mengakibatkan produk cacat hukum atas kesalahan penerbitan mengingat teknologi sudah canggih untuk merekam, memetakan, menentukan setiap posisi bidang tanah baik menggunakan alat ukur GPS Geodetic, dukungan peta citra satelit, penggunaan drone yang semua berbasis koordinat dan penerapan asas Kontradiktur Delimitasi pada saat pengukuran, diperkuat dengan panitia pemeriksaan tanah baik panitia A maupun B yang secara nyata dilaksanakan sesuai berita acara pemeriksaan tanah sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku. 

Selain itu penerbitan sertifikat juga harus membayar kewajiban berupa Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan (BPHTB) yang diterima Pemkab atau pemkot lokasi bidang tanah, Pajak Penghasilan (PPh) yang diterima kementerian keuangan  bahkan ada juga diperlakukan pengumuman di media massa dalam jangka waktu tertentu.

Jika dicermati proses penerbitan Sertifikat Hak Milik atas tanah di atas tentu sertifikat menjadi bukti kepemilikan seseorang terhadap bidang tanah sekaligus hubungan hukumnya telah diakui negara.  Pada tahun 2025 semua bidang tanah telah bersertifikat tanpa kecuali.  

Sudah saatnya produk negara berupa SHM menjadi rujukan semua pihak terkait kepemilikan bidang tanah, perlu diperlakukan stelsel positif selama ini stelsel negatif cenderung positif. 

Negara dalam hal ini tidak boleh mundur dan kalah pada saat sertifikat dipermasalahkan pihak lain harus secara ksatria mempertahankan hak atas tanah rakyat dengan SHM atas nama rakyat yang diterbitkan negara. Oleh karena itu perlu diambil langkah2 tegas dalam hal :

1. Tanah bersertifikat hak milik jika diserobot maka pihak kepolisian dan kementerian ATR/BPN harus tegas menindak pelaku.  Jangan biarkan rakyat yang mengadu ke sana ke mari mempertahankan hak nya sendiri, berkesan sertifikat tidak menjamin kepastian hukum sekaligus membuat produk Kementerian ATR/BPN seperti banci (tidak jelas).

2. Jika sertifikat SHM rakyat dikalahkan oleh pengadilan maka secara ksatria negara harus bertanggung jawab bersama - sama dalam hal ini adalah :

a. Kementerian ATR/BPN yang mengukur, memeriksa tanah, menerbitkan SK hak atas tanah dan melakukan pendaftaran tanah

b. pemerintah daerah, Pemkab atau pemkot yang menerima BPHTB

c. kementerian Keuangan yang menerima PPH

Semua pihak di atas harus memberikan kompensasi atas kekalahan produk negara. Jangan hanya menerima PNBP, BPHTB dan PPH.  Jika bermasalah semua lepas tangan dan ini bukan watak negara Republik Indonesia yang dimerdekakan dengan darah, air mata dan kemerdekaan bukan hadiah penjajah jadi harus menempatkan rakyat sebagai tuan di rumah sendiri.

Semoga semua Rakyat Indonesia yang sudah berpartisipasi mendaftarkan bidang tanahnya dapat merasa tenang dalam kehidupannya di masa kemerdekaan ini karena produk negara berupa SHM bukan kaleng-kaleng tapi mampu menjamin kepastian hukum Kepemilikan tanah milik rakyat sekaligus bukti adanya kepastian hukum harus memenuhi kondisi sebagai berikut :

1. Kepastian lokasi, luas ukuran bidang tanah tersebut sehingga setiap shm harus bisa ditemukan dan  dijaga luasnya oleh negara selama hal ini BPN

2. Diberlakukan bukan delik aduan jika Ada upaya penyerobotan atau perampasan tanah bersertifikat

3. Pemilik bukan bertugas menjaga batas tanahnya kecuali tanahnya belum bersertifikat masih berupa pengusaaan fisik. Ketika sudah bersertifikat SHM maka negara yang menjaganya sesuai dengan data pada buku tanah. 

Hal ini untuk menghindari chaos di masyarakat.  Bidang tanah adalah benda tidak bergerak jadi upaya sesat menggiring opini seakan menjaga SHM seperti menjaga seorang istri adalah salah besar.  Sekalian bias gender menganalogikan bawah bidang tanah sebagai istri dua hal berbeda dimana sebagai manusia tentu dinamis berbeda dengan benda tak bergerak.  Hal ini membuktikan ketidakmampuan Kementerian ATR/BPN menjaga produk nya dan mewajibkan pemilik menjaga bidang tanahnya.

4. Rakyat tentu merasa tenteram jika ada patroli pertanahan sekaligus razia bagi penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan bukti kepemilikan tanahnya

Dengan kondisi di atas maka ter sertifikatnya semua bidang tanah pada tahun 2025 akan menghilangkan segala konflik agraria, sengketa, tumpang tindih dua atau lebih sertipikat yang sama- sama produk kementerian ATR/ BPN.  Jangan rusak produk negara karena bisa membuat kepercayaan rakyat runtuh, dengan kuatnya SHM membela hak rakyat maka proses sertifikat elektronik yang memiliki efisiensi tinggi akan didukung rakyat memiliki legitimasi kuat diterima rakyat. Semoga presiden mampu memimpin gerakan kebangsaan ini yang mempertahankan hak atas tanah rakyat yang sudah bersertifikat.

Salam juang.

Penulis adalah Aktivis 98 yang bertugas di Kementrian ATR/BPN

ikuti terus update berita rmoljatim di google news