Polisi: Tak Ditahan- Proses Hukum Robertus Tetap Jalan

Polisi menyatakan proses hukum terhadap Robertus Robert terus berjalan, meski yang bersangkutan tidak ditahan. Meski banyak yang menyuarakan agar proses hukum Robert dihentikan, sejauh ini polisi tetap tidak bergeming.


Robet ditangkap di rumahnya sekira pukul 23.45 WIB kemarin dan dibawa ke Mabes Polri dengan tuduhan melanggar UU ITE. Kepolisian menetapkan Robet sebagai tersangka ujaran kebencian terhadap institusi TNI atas orasinya dalam aksi damai Kamisan di depan Istana Negara.
Dedi mengatakan sebelum menangkap dan menetapkan Robet sebagai tersangka, Polri telah melakukan gelar perkara dengan meminta pendapat ahli baik pidana maupun bahasa untuk membuat konstruksi hukumnya.

"Setelah itu dinyatakan cukup, dari hasil gelar perkara, maka dari penyidik Ditsiber Bareskrim tadi malam mengambil langkah penegakan hukum berupa mendatangi kediaman saudara R dan membawa saudara R ke kantor untuk dimintai keterangan," jelas Dedi.

Dari gelar perkara itu ditambah keterangan tersangka Robert, polisi menyangkakan dengan pasal 207 KUHP lantaran unsur perbuatan melawan hukumnya telah terpenuhi.

"Pemilihan diksi, pemilihan narasi, dia yang menyampaikan. Dia mengakui semuanya. Jadi konstruksi hukum dan perbuatan melawan hukum untuk pasal 207 KUHP terpenuhi di situ," demikian Dedi.

Desakan agar proses penyidikan kasus Robet dihentikan antara lain disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari gabungan akademisi, peneliti, dosen dan mahasiswa. Koalisi menyatakan Robet tidak bermaksud mendiskreditkan dan menghina institusi TNI, terlebih Robet sudah memberikan klarifikasi disertai permintaan maaf atas orasinya adalam aksi Kamisan di depan Istana Negara.
Terkait lagu yang dinyanyikan Robet dalam aksi, koalisi menegaskan, lagu tersebut tidak ditujukkan kepada institusi TNI. Lagu tersebut lebih merupakan kritik dan mengingatkan peran ABRI pada masa Orde Baru yang terlibat dalam kehidupan politik praktis.

"Lagu itu bukanlah ciptaan Robet dan seringkali dinyanyikan oleh aktifis pada era 1990-an dan populer dinyanyikan di era reformasi sebagai bentuk pengingat bahwa peran politik ABRI pada era Orba dapat mengganggu kehodupan demokrasi dan mengganggu profesionalisme militer," kata Ahli Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, dalam konfrensi pers yang mewakili koalisi.[bdp

ikuti terus update berita rmoljatim di google news