Kakek 72 Tahun Diadili Kasus Pemalsuan Tanda Tangan, Tujuannya Kuasai Tanah Sang Adik

Upaya Liem Budi Santoso Limo Seputro untuk menguasai tanah milik adiknya berujung ke meja hijau. Pasalnya, Pria berusia 72 tahun ini telah memalsukan tanda tangan di Akta Jual Beli (AJB) dan selanjutnya dipakai untuk mengurus sertifikat di Kantor BPN Surabaya.


Untuk membuktikan perbuatan terdakwa Liem Budi Santoso, JPU Kejari Tanjung Perak, Didik Yudha menghadirkan tiga orang saksi ke persidangan. Mereka adalah Arief Wibowo, Ani dan Kartika. Ketiganya didengarkan kesaksiannya secara terpisah.

"Saksi Arief ini adalah saksi pelapor sekaligus keponakan dari terdakwa yang mulia,"kata JPU Didik Yudha pada majelis hakim yang diketuai Ketut Sudikerta dalam persidangan diruang Sari 2, Kamis (30/4).

Dalam kesaksiannya, Arief membeberkan kronologis pemalsuan tanda tangan ayahnya oleh terdakwa. Pemalsuan tersebut terungkap saat ia hendak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas objek tanah yang diklaim milik terdakwa.

"Waktu saya bayar PBB di Jalan Jimerto, petugas bilang kalau saya sudah tidak bisa lagi membayar pajak karena sudah beralih nama ke terdakwa,"bebernya.

Atas keterangan itulah, Arief kemudian mendatangi terdakwa di rumahnya untuk menanyakan peralihan tanah ayahnya menjadi milik terdakwa.

"Awalnya dijawab sama Pak Budi sebagai warisan, namun setelah kita desak dan Pak Budi tidak dapat menunjukan bukti kalau itu warisan. Lalu dijawab sama Pak Budi sebagai hutang piutang, karena ayah saya (Boedi Oetomo) mempunyai hutang ke Pak Budi," kata Arief menjawab pertanyaan JPU Didik Yudha.

Setelah gagal mendapatkan keterangan yang pasti dari terdakwa, selanjutnya Arief mendatangi Kantor kelurahan dan kecamatan Wonokromo dan mendapatkan fakta bahwa transaksi jual beli/ganti rugi tersebut tidak tercatat di Kelurahan dan Kecamatan, bahkan disebut tidak pernah ada.

"Dari informasi itulah, kami sekeluarga akhirnya melakukan rapat dan keputusannya melaporkan perkara ini ke polisi, karena kami sudah menderita kerugian,"ujarnya.

Setelah laporan ke polisi itulah, Arif baru mengetahui jika tanda tangan ayahnya dipalsukan yang seolah-olah terjadi jual beli antara ayahnya dengan terdakwa.

"Akta Jual Belinya dibuat tahun 1989 dan disertifikatkan pada tahun 1994. Dari hasil labfor, tanda tangan papa di AJB itu tidak sama, beda dengan tanda tangan di raport maupun di kuitansi kuitansi yang papa tanda tangani semasa hidupnya,"ungkapnya.

Keterangan Arief Wibowo ini diperkuat dengan keterangan yang disampaikan saksi Ani, adik dari saksi Arief yang didengarkan setelah Arief bersaksi. Ani membenarkan adanya perbedaan tanda tangan tersebut.

"Saya tahu persoalan ini sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. Kami kaget tanda tanganya dengan yang di raport tidak sama," ungkap Ani.

Sementara itu saksi Kartika, istri dari almarhum Boedi Oetomo juga membenarkan adanya dugaan pemalsuan yang dilakukan oleh terdakwa Liem Budi Santoso.

Dikatakan saksi Kartika, selama pernikahan dirinya dengan almarhum Boedi Oetomo sejak 1973 hingga almarhun Boedi Oetomo meninggal dunia pada tahun 1993, tanah di jalan Wonokromo tersebut tidak pernah diperjual belikan kepada siapapun juga.

Ditanya terkait hubungan antara almarhum Boedi Oetomo dengan terdakwa Lim Budi Santoso saksi Kartika menjawab bahwa Lim Budi Santoso adalah kakak kandungnnya dari Boedi Oetomo.

"Pak Lim itu kakak kandungnya, saya kenal dengan pak Lim sejak saya menikah dengan Boedi Oetomo,"beber saksi Kartika.

Diketahui, Liem Budi Santoso Limoseputro dilaporkan oleh Arief Wibowo anak dari almarhum Boedi Oetomo Limoseputro karena untuk penerbitan SHGB NO. 326, luas 1145 M pada tanggal 18 Januari 2011, Liem Budi Santoso menggunakan bukti hak/alas hak berupa akta jual beli/ganti rugi nomor 593.21/106/402.91.04/1989 yang dibuat pada tanggal 09 September 1989 dihadapan Camat Wonokromo.

Akta jual beli/ganti rugi Nomor 593.21/106/402.91.04/1989 tersebut dinyatakan oleh Liem Budi Santoso kalau Boedi Oetomo Limoseputro sebagai pihak pembeli dan Boedi Oetomo Limoseputro juga sebagai sebagai pihak kedua pihak penjual.

Dinyatakan pula, Boedi Oetomo Limoseputra menjual dan membeli tanah/rumah negara bekas Eigendom Verponding No.7159 di Jalan Pulo Wonokromo No.110 Belakang.

Padahal Boedi Oetomo Limoseputra yang diketahui meninggal dunia pada 6 Juli 1993 dan semasa hidupnya tidak pernah menjual sebidang tanah Eigendom Verponding No.7159 di Jalan Pulo Wonokromo No.110 Belakang kepada terdakwa Liem Budi Santoso Limoseputro.

Dan tandatangan Boedi Oetomo Limo Seputra yang terdapat pada Akta Jual beli/ganti rugi Nomor 593.21/106/402.91.04/1989 yang dibuat pada 09 September 1989 berbeda dengan tandatangan Boedi Oetomi Limoseputro pada Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Akta Jual Beli.

Pernyataan berbedanya tanda tangan Boedi Oetomo Limoseputro tersebut dikuatkan dengan berita Acara Pemeriksaan Laboratorik Kriminalistik No.Lab 4960/DTF/2019, tanggal 10 Juni 2019.

Dari pantauan, Persidangan perkara ini digelar secara konvensional lantaran terdakwa tidak ditahan.
Perbuatan terdakwa dianggap bertentangan dengan Pasal 264 ayat (2) KUHP.