Aktivis antikorupsi Mohammad Trijanto menduga banyak oknum kepala daerah petahana mendompleng dana penanganan virus corona atau Covid-19 untuk kampanye.
- Bila Terpilih, Prabowo-Gibran Bakal Kawal Program Konservasi Alam
- Anak Buah AHY: Kader Demokrat Selalu Utamakan Politik Santun
- Soal Dukungan Politik di Pilkada Kota Madiun Perindo dan PKS Wait and See
“Saya menduga dana penanangan Covid-19 dimanfaatkan oknum calon kepala daerah petahana untuk kampanye. Mereka hanya bermodalkan selembar stiker foto atau spanduk raksasa, setelah itu mendompleng bantuan sosial yang berasal dari uang negara, bukan dari kantong pribadi,” kata Trijanto saat berbincang dengan Kantor Berita RMOLJatim, Senin (13/7).
Dikatakan Trijanto, penyalahgunaan ini bisa dilihat dari besar kecilnya anggaran yang diajukan.
“Modusnya, banyak kepala daerah yang mengajukan alokasi anggaran tinggi, meski jumlah kasus Covid-19 di daerahnya rendah,” serunya.
Karena itu pihaknya mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menindak oknum kepala daerah petahana tersebut.
“Kalau KPK sudah berhasil menemukan bukti, seharusnya langsung dilakukan penindakan. Bukankah ancaman yang digembar-gemborkan bila ada yang berani mengkorupsi dana bantuan Covid-19 adalah hukuman mati,” urainya.
Trijanto juga mempertanyakan pelaksanaan Pilkada serentak yang tetap dilaksanakan tahun 2020 di tengah isu pandemi Covid-19. Padahal menurutnya, kalaupun Pilkada ditunda hingga tahun 2021, roda pemerintahan daerah tetap mampu berjalan.
“Siapa yang paling diuntungkan dengan situasi ini? Rakyat sudah bisa membaca. Ibarat pertarungan di arena, petahana yang menggunakan gaya tarung bebas versus penantang dalam keadaan dirantai serta dibatasi ruang geraknya. Ekstrimnya Pilkada tahun 2020 ini tetap saja seperti incumbent versus bumbung kosong," demikian Trijanto.
- Utamakan Politik Riang Gembira, Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia Tak Berpihak di Pilpres
- Kirim Pesan ke Para Pemimpin Dunia, Jokowi Siap Jembatani Komunikasi Antara Putin dan Zelensky
- Dualisme Partai, Solusinya Bikin Partai Baru, Pengadilan Atau Kompromi