Soroti Penyaluran Bansos, Mirah Sumirat: Jangan Ada Lagi Pihak Yang Manfaatkan BLT Untuk Memperkaya Diri

 Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat/Net
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat/Net

Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat terdampak pandemi Covid-19 diapreasi Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia). Penyaluran BLT ini telah dilakukan secara simbolis pada Senin kemarin (4/1).


Untuk tahun 2021, program BLT terdiri dari 3 program. Yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Hal ini tentu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia yang saat ini terdampak pandemi Covid-19.

Namun demikian, Aspek Indonesia berharap pelaksanaan program dapat tepat sasaran dan tidak ada penyimpangan di lapangan.

“Jangan sampai ada lagi pihak yang tidak bertanggung jawab, yang memanfaatkan program ini untuk memperkaya diri sendiri, di saat masyarakat sedang hidup susah. Mekanisme penyaluran dan pengawasannya perlu menjadi perhatian Pemerintah,” ucap Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, melalu keterangan tertulisnya, Jumat (8/1).

Mirah mengingatkan, Ombudsman RI sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Publik dalam siaran persnya pada 3 Juni 2020 menyampaikan, telah menerima pengaduan terkait permasalahan pelayanan publik dari dampak wabah Covid-19 sebanyak 1.004 aduan/laporan. Rinciannya, sebanyak 817 pengaduan atau 81,37% dari seluruh aduan tersebut merupakan permasalahan penyaluran Bantuan Sosial (Bansos).

Berdasarkan laman resmi Ombudsman RI, permasalahan yang diadukan masyarakat di antaranya terkait penyaluran bantuan yang tidak merata, baik dalam hal waktu, sasaran/masyarakat penerima maupun wilayah distribusi.

Kemudian juga soal ketidakjelasan prosedur dan persyaratan untuk menerima bantuan; masyarakat yang kondisinya lebih darurat lapar tidak terdaftar dan sebaliknya, ada yang terdaftar tapi tidak menerima bantuan; dan ada yang tidak dapat menerima bantuan di tempat tinggal karena KTP pendatang.

Untuk program BST 2021 memang berbeda dengan program Bansos tahun 2020. Di mana bansos tahun 2021 ini akan diberikan berupa uang tunai yang akan ditransfer ke rekening penerima program bansos, sejumlah Rp 300 ribu, yang akan diberikan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di seluruh Indonesia.

Bantuan itu akan diberikan mulai Januari hingga April 2021. Jika pelaksanaannya tidak diawasi secara ketat, potensi penyimpangan masih tetap dapat terjadi.

"Aspek Indonesia berharap bansos ini benar-benar bisa sampai ke masyarakat miskin maupun yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19," tegas Mirah Sumirat.

Kemungkinan penyelewengan antara lain dapat terjadi sejak awal pendataan calon penerima manfaat, di tingkat RT/RW. Pun tidak sinkronnya data tersebut dengan data calon penerima terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Mirah Sumirat memberi contoh terkait salah satu persyaratan calon penerima adalah mereka yang kehilangan pekerjaan di tengah pandemi Covid-19.

Berapa sesungguhnya data pekerja yang kehilangan pekerjaan? Data yang berkembang di media, tidak ada yang sama. Pemerintah perlu melibatkan serikat pekerja untuk bisa ikut menyampaikan data anggotanya yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), saran Mirah.

Aspek Indonesia juga menyoroti salah satu persyaratan, yaitu “Jika calon penerima memenuhi syarat, tetapi tidak memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), tetap bisa mendapatkan bansos tanpa harus membuat KTP terlebih dulu. Penerima mesti berdomisili di desa tersebut dan menulis alamat lengkapnya.”

Syarat tersebut menunjukkan pemerintah ingin memudahkan masyarakat untuk bisa mendapatkan BST. Namun di sisi lain, kata Mirah, potensi penggelembungan data penerima manfaat juga dapat terjadi tanpa kontrol.

"Semoga pandemi Covid-19 segera berakhir dan rakyat Indonesia dapat kembali hidup normal dan sejahtera," tutup Mirah Sumirat dilansir dari Kantor Baerita Politik RMOL.