Paska Putusan Eks Dirut RS Undaan, dr Lydia: Saya Berjuang Demi Harkat dan Martabat Dokter Mata

dr Lidya Nuradianti/Ist
dr Lidya Nuradianti/Ist

Perjuangan dr Lidya Nuradianti sebagai saksi korban membuahkan hasil. Pasalnya majelis hakim tingkat pertama sependapat bahwa Lydia tidak bersalah dan tidak sepatutnya mendapat surat teguran dari pimpinan tempat dia bekerja.


Meski majelis hakim yang diketuai Tjokorda menjatuhkan putusan tiga bulan percobaan terhadap mantan Direktur RS Mata Undaan, dr Sudjarno, namun perjuangan dokter cantik tersebut belum berhenti. Sebab putusan ini masih belum inkrah atau berkekuatan hukum tetap.

Kepada awak media, Lydia menjelaskan dirinya akan terus berjuang untuk mengembalikan harkat dan martabatnya sebagai dokter mata. 

“Saya berjuang untuk mengembalikan harkat dan martabat saya sebagai dokter mata karena saya memang tidak bersalah,” ujar dokter Lydia, Rabu (3/2).

Sebelumnya mantan Direktur RS Mata Undaan Surabaya, dr Sudjarno memberi surat teguran tertulis kepada bawahannya, dalam hal ini dr Lidya Nuradianti (pelapor). 

Dalam teguran tertulis itu, terdakwa menyebut jika saksi telah melakukan pelanggaran prosedur kerja dan etika profesi dalam penanganan terhadap salah seorang pasien yang melakukan operasi incisi hordeolum pada 29 November 2107 lalu. Dimana operasi tersebut dikeluhkan oleh pasien, karena dilakukan oleh seorang perawat. Hal ini kemudian berujung hingga ke meja hijau. 

Terdakwa lantas diadili di Pengadilan Negeri Surabaya atas dakwaan melanggar pasal 310 ayat (2) KUHP dan pasal 311 ayat (1) KUHP.

Pada Kamis (28/1) lalu, dr Sudjarno divonis itu 3 bulan. Namun terdakwa langsung mengajukan perlawanan banding. 

Sebenarnya sebelum kasus ini bergulir ke meja hijau, Lydia sudah menempuh upaya kekeluargaan. Tampaknya upaya itu tidak membuahkan hasil karena dr Sudjarno tetap bersikukuh bahwa Lydia tetap dianggap bersalah. 

“Kan saya nggak mau disuruh mengakui perbuatan salah, sementara saya tidak melakukan,” ujarnya.

Lydia menjelaskan, ihwal permasalahan bermula dari seorang pasiennya yang menjalani operasi mata kiri oleh salah satu perawat bernama Anggi.

Padahal sesuai kode etik dan SOP, seorang perawat tidak memiliki kompetensi untuk melakukan tindakan operasi. Lidya menegaskan, operasi itu dilakukan tanpa sepengetahuannya. 

Lydia menuturkan, kala itu ia tengah melakukan tindakan operasi di ruangan lain dengan pasien yang berbeda.

“Sebelumnya saya sudah tanya ke perawat apa pasien tersebut sudah datang apa belum dan dijawab belum. Kemudian saya tanya lagi sampai dua kali di waktu berbeda jawabannya Anggi kamar operasi sedang dipakai dokter lain. Dan saya tidak mengetahui kalau dilakukan operasi oleh perawat pada pasien tersebut. Karena saat itu saya mengoperasi pasien lain di ruangan lain yang steril. Sedangkan operasi yang dilakukan perawat di ruangan non steril. Saat itu, ada enam atau tujuh pasien yang harus saya tangani secara beruntun. Makanya saya tak tahu,” cerita Lidya. 

Kasus ini kemudian bergulir. Upaya mediasi sudah dilakukan. Perawat bernama Anggi yang mengoperasi pasien Lidya bahkan telah membuat pernyataan. Surat itu berisi pernyataan Anggi yang melakukan operasi atas inisiatif dirinya sendiri. Surat ditandatangani Anggi dan kepala perawat kamar operasi. 

Lidya menganggap surat pernyataan tersebut selesai, demikian pula kasus dinyatakan selesai. 

Sayangnya manajemen rumah sakit berkata lain. Lidya malah diberi surat teguran yang seharusnya ditujukan pada Anggi. 

Merasa terdzalimi, Lidya lantas melapor ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya. Selanjutnya, laporan Lidya diproses. Beberapa waktu kemudian, terdakwa dr Sudjarno diminta mencabut surat teguran. Akan tetapi dr Sudjarno abai.

Hingga tujuh bulan tak ada tindak lanjut, akhirnya Lydia melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Surabaya. 

“Setelah dua bulan diproses penyidik. IDI Surabaya baru mengeluarkan surat bila saya tak bersalah," aku dokter spesialis mata ini.

Keinginan Lydia cukup sederhana bahwa dr Sudjarno mencabut surat teguran tersebut, dan dia pun tak akan menuntut ganti rugi apapun. Namun keinginan Lydia tidak disambut baik oleh dr Sudjarno.

Sementara kuasa hukum Lidya, Dr George Handiwiyanto menganggap permasalahan ini sebenarnya sepele.  Adanya pengakuan dari Anggi selaku perawat yang melakukan operasi terhadap pasien tanpa sepengetahuan Lydia, sudah bisa dijadikan bukti.

“Itu sebenarnya sudah selesai masalahnya, kenapa harus dikeluarkan teguran ke dr Lydia,” ujar George.

George mengakui, kini kliennya akan tetap mengikuti proses hukum paska putusan di tingkat pertama. Apabila nantinya dr Sudjarno tetap bersikukuh dan ngeyel maka diapun tak akan tinggal diam.

“Kita akan berjuang di tingkat Pengadilan Tinggi atau nanti di Mahkamah Agung agar tidak hanya dihukum percobaan namun kalau bisa dihukum masuk penjara,” tegasnya.


ikuti update rmoljatim di google news