Manfaatkan Inovasi di Sosmed, Upaya Ibu-ibu di Desa Sentra Kue Kacang Bangkit dari Keterpurukan Akibat Pandemi

Suasana pembuatan kue kacang/ RMOLJatim
Suasana pembuatan kue kacang/ RMOLJatim

Harum semerbak khas kue kacang, tercium saat melewati dusun Sumber Pinang Desa Tegal Rejo kecamatan Mayang Kabupaten Jember, Jawa Timur. Di situlah berdiri industri rumahan pembuatan kue kacang yang dikerjakan ibu-ibu setempat.


Cukup dengan bahan tepung terigu, kacang, mentega, dan telur serta gula, mereka meracik sesuai resep. 

"Kue setengah jadi itu, lalu dicetak berbentuk bulatan, dan dimasukkan ke dalam oven. Cukup mudah," kata Asmawati (26), ibu muda warga desa Tegal Rejo, kecamatan Mayang, mengawali ceritanya kepada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu, (10/3).

Asmawati adalah salah satu warga yang merintis usaha home industri kue kacang sejak tahun 2020 lalu.  Hampir satu kampung di desanya, para ibu, memproduksi kue kacang rumahan. Tak ayal, Desa Tegal Rejo dan sekitarnya di kecamatan Mayang, dikenal sebagai sentra produsen kue kacang. 

"Awalnya saya hanya menjual kue kacang milik tetangga secara konvensional,  dengan cara menjajakan di sekitar kecamatan Mayang," ujar Asmawati.

Maklum, saat itu ia mengaku  belum mengenal pasar dan tehnik pemasaran modern yang memanfaatkan teknologi informasi. 

Hasil penjualan setiap harinya, paling banyak kue yang laku hanya 10 toples per hari. Meski cara ini berlangsung selama 3 tahun, namun belum ada kemajuan. Tapi, ia tak putus asa. 

Karena itu dia mulai belajar pemasaran melalui sosial media. Setelah paham, barulah  diterapkan dengan berselancar lewat dunia maya, melalui jejaring pertemanan Facebook. 

Ternyata, respon warganet cukup bagus. Bahkan penjualan produk kue kacang meningkat, sehingga ia kesulitan memenuhi pesanan akibat banyaknya reseller.

"Sekali kirim bisa 300 toples ( senilai Rp. 6 juta lebih)," katanya mengenang awal meningkatnya pesanan. 

Banyaknya pesanan seperti itu, tidak terbayang sebelumnya. Karena, sebelum memanfaatkan media sosial, paling banyak hanya  laku 10 toples perhari.

Dengan meningkatnya pesanan dan bertambahnya penghasilan, ia akhirnya bisa menabung untuk membeli bahan dan alat produksi sendiri.

"Karena pelanggan terus meningkat, saya akhirnya memproduksi kue kacang sendiri dan punya merk sendiri. Dan sejak tahun 2020,  dalam sehari saya bisa  memproduksi 100 Toples," lanjutnya.

Diakuinya, memasuki bulan kedua tahun 2020, badai krisis ekonomi melanda Indonesia. Omset menurun drastis, tidak ada lagi pesanan dari pelanggan. Seperti sebelumnya, ia tak mudah putus asa. Ia lebih sesering lagi memanfaatkan sosial media, melalui Group Facebook dan WA Group.

"Tentu, harus diikuti kreasi dan inovasi yang terus berubah supaya produknya laku. Hasilnya,  satu persatu pelanggan mulai memesan kembali. Dan Alhamdulillah, saya bisa bangkit dari pandemi ini," terangnya. 

Lantas, ia mengajak 4 ibu-ibu tetangga untuk kembali memproduksi kue kacang untuk memenuhi kebutuhan pesanan pelanggan. Diluar dugaan, pesanan justru makin meningkat. 

"Saya sempat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pesanan. Terpaksa saya harus membeli produksi kue tetangga, yang kualitas barangnya sama," katanya.

Hal senada disampaikan Slamet Riyadi (suami Asmawati). Ia menyampaikan terima kasih kepada isterinya. Karena dengan usahanya yang ulet, bisa membantu ekonomi dalam keluarganya. 

Meski hanya bekerja di selep penggilingan padi, ia juga  ikut membantu memasarkan produk kue kacang buatan isteri tercintanya bersama ibu-ibu tetangganya.  

Ia memanfaatkan jejaring sosial yang biasa dimanfaatkan calon pelanggan. Harapannya, agar produknya lebih dikenal lagi di pasar Indonesia. Apalagi, persaingan pasar kue kacang cukup ketat. Maklum, di desanya disebut  sebagai sentra home industri kue kacang. 

"Alhamdulillah produk kue kacang bikinan isterinya sudah dikenal tidak hanya di Jember, tapi di Jawa dan luar Jawa. Pembeli berasal dari ujung barat Jawa, Banten, Jakarta, Surabaya, Sidoarjo, hingga Bali dan NTT," cerita pria yang biasa disapa Riadi ini.  

Dia menjelaskan bahwa Desa Tegal dikenal memiliki produk Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) sebagai centra home industri kue kacang. Selain memproduksi, ibu-ibu juga mempromosikan produk kuenya. Sedangkan para suami, bertugas mengirim barang sesuai pesanan.

"Promosi melalui sosial cukup gampang, tinggal foto barang dan upload di sosial media, kemudian pesanan datang," katanya.

Dia juga menjelaskan, di awal pendemi para produsen kue ini,  kesulitan memasarkan produknya. Sebab, ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSPB) di mana-mana. Larangan berjualan di pasar, sebagai konsekuensi penerapan 3 M, mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak. Seiring dengan pemberlakuan New Normal, pelaku usaha kue kacang mulai bergairah lagi.

"Kami memanfaatkan tegnologi informasi dan pengiriman barang melalui jasa ekspedisi pengiriman barang. Jadi, tidak pernah kontak langsung pembeli dan penjual. Alhamdulillah transaksi lancar, bisa mengirim barang ke beberapa wilayah di Indonesia, lanjut Riadi.

Dia menjelaskan, setiap hari tak kurang 5 truk kue kacang terkirim ke seluruh pelosok Indonesia. Pengiriman sangat mudah, karena sudah didatangi langsung oleh  jasa ekspedisi barang ke seluruh wilayah Indonesia.

"Kita tinggal menunggu di rumah saja," tegasnya.

Sementara Kepala Kantor Perwakilan BI Jember, Hestu Wibowo menjelaskan, secara umum UMKM seluruh daerah Indonesia, sekitar 60 persen terdampak Akibat Covid 19. Namun di tengah krisis tersebut, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan UMKM. 

Kue kacang sebagai salah produk UMKM, harus bertranformasi supaya bisa eksis di tengah ekonomi sulit. Yakni dengan memanfaatkan teknologi digital di bidang pemasaran.

"Dengan memanfaatkan platform market place, online shop, akan memperluas ekspansi pasar. Tidak hanya pasar domestik,  tapi juga bisa ekspansi ke  pasar  internasional," katanya.

Hal senada disampaikan rektor Universitas Jember, DR Iwan Taruna.  Dia menjelaskan, menjaga kesehatan di saat pandemi sangat baik. Tapi  bukan berarti berdiam diri, yang pada akhirnya tidak produktif. 

Pada umumnya pelaku ekonomi di Jember, lanjutnya,  adalah UMKM. Pelaku UMKM sudah teruji di masa krisis dulu. Karena itu, pihaknya mendorong pelaku UMKM untuk saling memberikan pembinaan agar bergerak maju. 

"Keberadaan UMKM di Jember sangat  beragam, ada  yang bisa produksi tapi tidak bisa memasarkan barang. Karena itu, saat ini adalah sudah waktunya memanfaatkan teknologi informasi untuk memasarkannya.  Kan, rata-rata masyarakat Indonesia, sudah memanfaatkan Tehnologi tersebut," ujarnya. 

Dengan memanfaatkan teknologi informasi, kini pemasaran kue kacang warga desa Tegal Rejo Mayang cukup maju. Selain meningkatkan pendapatan bagi pemilik usaha home industri, juga bisa menyerap tenaga kerja di desanya. 

Tak ayal, selain ikut mendorong kemajuan perputaran ekonomi, juga mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19.