Kran Calon Presiden Independen Perlu Dibuka Untuk Meminimalisir Dominasi Partai Besar

Logo Kantor Berita RMOLJatim
Logo Kantor Berita RMOLJatim

Kran calon presiden independen perlu dibuka untuk meminimalisir dominasi partai besar.


Menurut pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga, ambang batas pencalonan presiden sebaiknya nol persen. 

Meski demikian, Jamiluddin berpendapat, syarat pencalonan dengan ambang batas parlemen harus tetap diberlakukan.

"Partai politik yang berhak mengusung calon sebaiknya yang memenihi ambang batas parlemen. Ini artinya, semua partai yang masuk Senayan berhak mengusung pasangan calon pada Pilpres. Selain itu, perlu dibuka kran calon independen," kata Jamiluddin dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Senin (24/5).

Dalam pandangan Jamiluddin, dengan adanya kran calon independen akan memberi ruang bagi tokoh potensial dari jalur non partai untuk berkontestasi di Pilpres mendatang.

Dampak politiknya, tambah Jamiluddin kontestasi Pilpres akan diikuti oleh banyak pasangan.

"Masyarakat akan disuguhi pasangan calon yang variatif. Cara ini tentu lebih demokratis daripada dengan PT (Presidential threshold) yang terlalu tinggi," demikian kata Jamiluddin.

Sorotan terhadap ambang batas pencalonan presiden kembali mengemuka.

Saat ini DPD sedang berjuang untuk menghapuskan ambang batas capres atau presidential threshold, yang diatur di UU 7/2017 tentang Pemilu.

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, aturan itu jelas merugikan bagi putra-putri terbaik untuk maju sebagai presiden.

“Itu jelas merugikan partai politik yang tidak memiliki kursi besar. Sehingga kadernya sendiri juga tidak akan pernah bisa memperoleh kesempatan, yang merupakan hak setiap warga negara untuk memimpin negeri ini,” ujarnya.

UU Pemilu  membatasi syarat pencalonan presiden dengan aturan capres baru bisa maju setelah ada dukungan dari partai atau gabungan partai dengan jumlah suara paling sedikit 20 persen kursi DPR dan 25 persen total perolehan suara nasional.