Kasus Suap Benur, Edhy Prabowo Ajukan Banding Usai Divonis 5 Tahun Penjara 

Edhy Prabowo ajukan banding atas vonis 5 tahun dalam kasus dugaan izin budidaya dan ekspor benih bening lobster/RMOL
Edhy Prabowo ajukan banding atas vonis 5 tahun dalam kasus dugaan izin budidaya dan ekspor benih bening lobster/RMOL

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, telah mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas vonis 5 tahun penjara dalam perkara dugaan suap izin budidaya dan ekspor benih bening lobster (BBL) 2020.


"Banding," ujar Penasihat Hukum (PH) Edhy, Soesilo Aribowo kepada wartawan, Jumat (23/7).

Menurut Soesilo, jika tetap dipaksakan, perkara yang menjerat Edhy seharusnya lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU 31/1999, sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Kemarin (diajukan ke PN Jakarta Pusat)," pungkas Soesilo dilansir Kantor Berita Politik RMOL.

Dalam perkara ini, Edhy divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan. Edhy juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 9.687.447.219 dan 77 ribu dolar AS.

Tak hanya itu, Edhy juga dicabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun terhitung setelah menjalani pidana pokoknya.

Edhy dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dalam musyawarah Majelis Hakim, Hakim Anggota I, Suparman Nyompa, memiliki pandangan yang berbeda atau dissanting opinion.

Menurut Hakim Suparman, Edhy lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor dibandingkan dengan Pasal 12 huruf a.

"Menimbang berdasarkan fakta-fakta tersebut, sehingga tidak tepat jika terdakwa dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a UU RI nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 dan seterusnya pada dakwaan alternatif pertama," kata Hakim Suparman di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (16/7).

"Bahwa Hakim Anggota I berpendapat, terdakwa sesungguhnya hanya melanggar ketentuan Pasal 11 UU RI nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 sebagaimana pada dakwaan alternatif kedua," tambahnya.