Ambang Batas Presidential Threshold 20 persen Dinilai Merusak Demokrasi

Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso/Repro
Direktur Eksekutif Indo Parameter, Tri Wibowo Santoso/Repro

Ganjalan dalam proses demokrasi di Indonesia adalah ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold 20 persen dari jumlah kursi parpol di DPR, atau 25 persen dari suara nasional parpol.


Mekanisme pencalonan yang diatur di dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu tersebut, dinilai Direktur Eksekutif Indo Parameter Tri Wibowo Santoso, sebagai perusak demokrasi.

Pasalnya dia berpendapat, aturan  tersebut membuat daya tawar partai politik semakin tinggi, sehingga memperbesar peluang praktik mahar politik. Sementara, apabila ada anak bangsa yang kredibel dan berintegritas berkehendak menjadi pemimpin, akan sulit bertanding.

"Karena, biaya mahar politik guna mendapatkan tiket pilpres sangat mahal," ujar sosok yang kerap disapa Bowo ini, seperti diberitakan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (30/11).

Di samping itu, Bowo juga melihat potensi Pemilu disetir oleh oligarki politik yang sarat kepentingan. Apabila hal itu terjadi, maka mereka yang punya kendali kapital berpeluan mendorong sosok capres yang bisa mengikuti kemauan mereka.

Sebagai contoh, dia menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sebagai satu produk regulasi yang disepakati DPR dengan pemerintah yang berafiliasi dengan para cukong. Hal itu terlihat dari hasil uji mareriil di Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana, Hakim Konstitusi memutuskan UU ini inkonstitusional bersyarat, sehingga perlu direvisi

"Omnibus Law terkait UU Cipta Kerja sudah sangat jelas merugikan buruh, karena ada kebijakan upah murah, hilangnya pembatasan jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing, berkurangnya kompensasi pesangon, dan semakin mudah melakukan PHK, serta masuknya tenaga kerja asing dengan mudah," tuturnya.

Maka dari itu, di masa persidangan selanjutnya, Bowo mendorong DPR RI untuk bisa melakukan revisi UU Pemilu, khususnya terkait dengan Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur soal ambang batas pencalonan presiden menjadi 0 persen.

"Jika dihapuskan maka parpol juga akan bisa mengusung jagoannya masing-masing kan, tanpa harus berkoalisi," demikian Bowo.