Tuntutan disampaikan kaum buruh kepada pemerintah agar mencabut Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang Pengupahan, sebagai bagian dari revisi UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) paling lama 2 tahun.
- Gaji Kepala Daerah Diusulkan Naik Hingga Rp 100 Juta
- Kata Megawati, Tanpa PDIP Jokowi Tidak Bisa jadi Presiden
- Perkuat Kemenangan, PDIP Latih Tim Kampanye Pemenangan Eri-Armudji
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyampaikan, buruh meminta agar pemerintah melaksanakan tuntutan tersebut, dan meminta seluruh pemerintah daerah untuk merevisi SK UMP dan UMK.
"Perlawanan kaum buruh akan terus meningkat eskalasinya, di seluruh Indonesia bilamana pemerintah memaksakan untuk tetap menjalankan isi UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 tidak mengacu pada keputusan MK," tegas Said Iqbal Tugu Arjuna Wiwaha atau Patung Kuda dibilangan Jakarta Pusat, Rabu (8/12).
Said mengatakan, kaum buruh akan melakukan mogok kerja sebagai aksi protes untuk memberikan ketegasan kepada pemerintah terkait keputusan MK terkait UU Cipta Kerja.
"Perlawanan gerakan mogok nasional menjadi pilihan, bilamana dalam proses menuju paling lama dua tahun dari awal pembentukan UU Cipta Kerja yang baru ini tetap mengabaikan partisipasi publik," katanya.
Dia memperkirakan, pada Januari 2022 mendatang revisi UU Cipta Kerja sudah masuk prolegnas prioritas. Namun jika pemerintah melakukan dengan cara-cara yang tidak melibatkan partisipasi publik, khususnya serikat buruh dan gerakan sosial lainnya, maka ancaman mogok kerja akan dilakukan para buruh.
"Maka sudah dipastikan gerakan mogok nasional menjadi pilihan. Sekarang ini mogok nasional stop produksi yang direncanakan diikuti 2 juta buruh lebih dari 100 pabrik berhenti produksi. Di seluruh 30 provinsi di wilayah NKRI ini belum dalam waktu dekat dilaksanakan," tutupnya.
- Upah UMK di Madiun Jauh Dari Kata Layak
- Buruh dan Perjuangan Tanpa Akhir
- Jumhur: Kalau Buruh Tidak Punya Upah Cukup, Daya Beli Bisa Turun