Ubedilah Badrun: Prabowo Gunakan Diksi "Tidak Harus Saya" Supaya Tidak Terkesan Ambisius

foto/net
foto/net

Bahasa politik "tidak harus saya" yang disampaikan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, seusai bertemu Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, kemarin, adalah bagian dari upaya mencitrakan diri.


Begitu konklusi yang disampaikan pegamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, saat menjadi pembicara dalam talkshow Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk "Disowani Prabowo, Surya Paloh King Maker Pilpres?", yang digelar Kantor Berita Politik RMOL secara virtual, Kamis (2/6).

"Itu bahasa (pencitraan) standar ya. Karena sebetulnya dia paham betul di dalam politik itu dipengaruhi budaya politik tertentu yang seringkali bahasa yang ambisius itu bisa ditafsirkan terlalu ambisi oleh publik," ujar Ubed.

Sehingga, dalam momentum kebersamaannya dengan Surya Paloh kemarin, Prabowo sengaja menggunakan diksi yang bisa menarik perhatian publik secara luas.

"Itu sebetulnya diksi yang ingin menunjukkan dia bukan tokoh yang ambisius. Tapi seolah-olah dia akan menerima mandat kalau rakyat memilihnya," tuturnya.

Makna lain yang ditangkap Ubedilah dari diksi yang dipakai Prabowo tersebut adalah bahasa politis untuk mengkalkulasi besaran dukungan masyarakat terhadap dirinya yang sudah dua kali mencapreskan diri pada tahun 2014 dan 2019.

"Dia sedang kalkulasi, apabila situasi politik normal, dan terjadi pemilu seperti biasanya seperti yang direncanakan, maka dia kalkulasi betul apakah akan menang atau tidak," paparnya.