Lelono

Ilustrasi ikan gurami/Net
Ilustrasi ikan gurami/Net

NAMANYA nyentrik. Beda dari lainnya. Urip Joko Lelono. Dari dulu sampai sekarang saya tidak tahu mengapa orangtuanya menamainya demikian. Arti lelono adalah lelaku. Ini sebutan bagi orang yang menjalani lelaku. Tetapi bisa juga diartikan pengelana atau pengembara.

Dulu candaan kita memang sering diplesetkan. Jangan-jangan orangtua UJL, disingkat namanya, menamai begitu karena ingin anaknya pergi dari rumah. Berkelana. Mengembara entah ke mana. Pokoknya jangan pulang. Eh, ternyata yang dibercandain tidak marah. 

UJL teman lama. Satu redaksi di harian kriminal tahun 2004. Resign dari kantor barengan. Padahal tidak janjian. Pokoknya sudah tidak sejalan dengan visi misi perusahaan.

Dan, sudah lama kami tidak bertemu. Semalam kami bertemu. Di rumahnya. Balong Bendo. Sidoarjo. Kami ngobrol banyak. 

Bertemu teman lama biasanya obrolan seputar nostalgia. Kali ini beda. Obrolan soal budidaya ikan air tawar. Meski saya tidak paham soal itu, kesannya saya 'dipaksa' mendengarkan. 

UJL sudah lama memutuskan pensiun dari dunia media. Dia dulu malang melintang di dunia jurnalis. Pindah-pindah. Mulai dari Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur. Sama. Saya juga nomaden. Pindah-pindah media. 

UJL aslinya Pacitan. Kuliah di Surabaya. Selama kuliah tidak pernah pulang. Katanya tak punya biaya. Saat bekerja di Jawa Timur, UJL kerap tidur di kampus. Kadang tidur di kantor. Pakaiannya ya itu-itu saja. Kadang baunya lebus. 

Sekarang UJL yang saya temui berbeda. Dia kini pengusaha budidaya ikan air tawar. 

Awal cerita, UJL sebenarnya heran dengan jalan hidupnya sendiri. Sebab dia tidak pernah membayangkan akan menjadi petani. Padahal latar belakangnya guru jurusan Bahasa Indonesia. 

Kok bisa melenceng dari bidangya? UJL heran dengan dirinya, apalagi saya. Tambah heran. Dari jurnalis berubah 180 derajat menjadi petani. Bahkan UJL sering menjadi trainer untuk workshop atau pelatihan budidaya ikan air tawar. Dia sering diundang ke daerah-daerah. Pesertanya mulai masyarakat umum hingga mahasiswa.

"Gimana ceritanya kok bisa begitu, Rip?" tanya saya.

"Ya ga tau, bro. Waktu itu ada telepon dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Minta saya menggelar workshop untuk petani pemula," katanya.

Saat itu UJL termasuk pemula. Tapi pemula yang sukses dalam pembudidayaan ikan air tawar. UJL selalu konsisten dalam menjalankan usaha. Sama seperti dulu sewaktu di redaksi. Orangnya memang begitu. Full konsisten. 

"KKP yang menelpon langsung. Saya pikir dari mana mereka dapat kontak saya. Pikiran saya mungkin dari dinas perikanan. Sejak itu saya diundang mengikuti workshop pelatihan di Bogor selama tiga minggu. Saya diberi penjelasan mekanisme pelatihan budidaya air tawar. Akhirnya ya jalan," tuturnya.

Jumlah trainer budidaya ikan air tawar di Indonesia, kata UJL, hanya berjumlah 200 orang. Termasuk dirinya.

Dipilihnya UJL sebagai trainer  budidaya ikan air tawar ke petani pemula sangat pas. Sebab workshop tersebut  digelar oleh petani yang notabene pemula sehingga penjelasannya mudah diterima oleh pemula. Tidak ribet. Tidak menggurui. Karena sama-sama pemula.

UJL cerita, dia sebenarnya tidak memiliki kemampuan dalam budidaya ikan air tawar. Kemampuannya didapat dari belajar secara otodidak.  

"Awalnya saya coba-coba, terus gagal. Saya baca-baca lagi. Belajar dari buku. Belajar dari orang-orang. Hingga keterusan sampai sekarang," ceritanya. 

Saking banyaknya "coba-coba", UJL jadi punya banyak ilmu dan pengalaman. UJL gonta ganti dalam membudidayakan ikan. Mulai ikan lele, ganti udang, ganti lagi nila, terus ganti lagi pembibitan gurami hingga terakhit pembesaran gurami.  

Sayangnya yang terakhir ini dia banyak merugi. Penyebabnya pandemi Covid-19. Harga jual gurami anjlok. 

"Gara-gara pandemi harga jual anjlok. Gurami biasanya dibeli oleh restoran-restoran. Lantaran pandemi selama 2,5 tahun, banyak restoran yang tutup. Kalau pun tidak tutup, mereka mengambil gurami tidak banyak," tukasnya.

UJL biasa menjual gurami per kilonya Rp 35 ribu. Pada masa pandemi dia menurunkan harga menjadi Rp 20 ribu per kilo. 

"Pokoknya diobral. Belum lagi kita (petani kolam) selalu kalah dari petani tambak. Setiap memasuki musim kemarau, harga gurame diobral oleh petani tambak. Jujur, saat itu ada yang beli saja sudah senang. Sebelum pandemi, kita tidak susah payah mencari pembeli. Mereka datang sendiri. Ada pembeli dari tengkulak maupun pemilik restoran. Saat pandemi, kita yang cari pembeli."

Meski begitu, UJL tidak akan berhenti menjalankan usahanya budidaya ikan air tawar. Terhitung sejak mengawali usahanya,  UJL kini memiliki 26 kolam. 

"Sekarang kemampuan saya hanya ini. Ngurusi ikan. Saya tidak bisa jadi jurnalis lagi. Sudah lama tidak menulis. Mungkin otak membeku. Tak bisa diajak mikir lagi," demikian UJL menutup obrolan.

Penulis wartawan RMOLJatim