Ketum JMSI Minta Generasi Muda Tak Lagi Terjebak Cebong-Kampret

Diskusi Relawan Muda Airlangga Hartarto bertema Kompetensi dan Popularitas, Pilihan Kaum Muda di Pilpres 2024/RMOL
Diskusi Relawan Muda Airlangga Hartarto bertema Kompetensi dan Popularitas, Pilihan Kaum Muda di Pilpres 2024/RMOL

Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa mengatakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence belakangan kerap dimanfaatkan aktor politik demi menjadi perbincangan di ruang publik.


Sayangnya, pemanfaatan kecerdasan buatan membuat kalangan muda menjadi korban praktik aktor politik tersebut. Jebakan algoritma kian menyempitkan pilihan masyarakat, khususnya kaum muda soal narasi politik dan figur-figur calon pemimpin bangsa.

Teguh Santosa menyampaikan hal itu dalam acara diskusi politik yang digelar Relawan Muda Airlangga Hartarto (RMA) bertema Kompetensi dan Popularitas, Pilihan Kaum Muda di Pilpres 2024 di di Fairway Café, Jalan Pandu Raya, Kota Bogor, Rabu (24/8).

Secara khusus, Teguh mengapresiasi keberadaan Relawan Muda Airlangga Hartarto yang diharapkan bisa membuka ruang perspektif terhadap calon-calon pemimpin bangsa lainnya.

"Di sini peran luar biasa RMA. Gerakan ini penting untuk memutus plot yang dibuat para aktor politik itu. Selain itu, memberi ruang pendidikan politik yang positif bagi generasi muda," kata Teguh dilansir Kantor Berita RMOLJabar.

Teguh meyakini, jika sudah tak lagi terbelenggu oleh informasi artificial para aktor politik, maka generasi muda memiliki kemampuan independen untuk memilih para kandidat presiden dan wakil presiden.

"Jadi ke depan tidak boleh lagi hanya ada cebong dan kampret. Masih banyak makhluk lain di dunia ini," cetusnya.

Bicara soal figur ideal pemimpin masa depan, Teguh punya formula sendiri. "Kata kuncinya ada dua, kompetensi dan popularitas," ungkapnya.

Dosen FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menjelaskan, kompetensi seorang pemimpin selalu dihadapkan satu hal utama, yakni tantangan dunia di tahun 2024.

"Akan seperti apa situasi geopolitik ke depan. Seperti apa perebutan sumber daya alam di dunia dan seterusnya. Untuk menjawab tantangan itulah, kompetensi pemimpin dibutuhkan," lanjutnya.

Lebih lanjut Teguh mengingatkan generasi muda mampu menganalisa dengan tepat arah perjalanan bangsa. Jika kita tarik garis linear, kata Teguh, tentu dunia tidak akan sama dan selalu ada perbaikan.

"Tapi tak cukup seperti itu. Harus kita bandingkan dengan postur kita di kawasan dan di tataran global," lanjut Teguh.

Generasi muda juga dituntut harus mampu menilai bagaimana Indonesia mampu memanfaatkan luas wilayah, sumber daya alam, dan jumlah penduduk dalam menghadapi tantangan global untuk kemudian membandingkanya dengan negara lain.

"Kita bandingkan Thailand, China, Korea dan lain-lain. Dengan membandingkan, akan muncul ruang besar untuk menilai kemajuan kita," lanjutnya.

Disinggung Teguh, situasi dunia saat ini dipengaruhi oleh pertarungan Rusia-China di satu kutub, dan AS - sekutu. Termasuk pentas pemilihan presiden 2024. Teguh kemudian mengajukan pertanyan retoris pada pada audiens.

"Apa mau pemimpin kita ditentukan dua kekuatan asing itu atau oleh kita sendiri?" pungkasnya.

Selain Teguh, diskusi tersebut juga menghadirkan beberapa narasumber lain, yakni pengamat komunikasi politik dan Dosen Universitas Pancasila, Dr. Anto Sudarto; dan pemerhati sosial dan politik, Andi Hakim.