Pembeli Barang Sitaan Satpol PP Kota Surabaya Belum Tersangka, PH Terdakwa: Dakwaan Jaksa Setengah Hati

Suasana sidang perdana kasus korupsi penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya/RMOLJatim
Suasana sidang perdana kasus korupsi penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya/RMOLJatim

Mantan Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat Satpol PP Kota Surabaya, Ferri Jocom akan mengajukan eksepsi atas surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya, Nur Rachmansyah yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (28/9).


Warga Bukit Palma Blok C3, Pakal, Surabaya ini didakwa atas kasus dugaan korupsi penjualan barang sitaan Satpol PP Kota Surabaya.

Abdul Rahman Saleh selaku penasihat hukum terdakwa Ferri Jocom mengatakan, eksepsi tersebut akan menyoal kejanggalan dalam peristiwa pidana yang menjadikan kliennya sebagai pesakitan.

"Dakwaan itu pasal 10 huruf a, pasal 10 huruf b jo pasal 15. Pasal 10 adalah menggelapkan, jadi kalau ada peristiwa hukum seperti itu kan tidak satu orang,"  katanya kepada wartawan usai persidangan.

Menurutnya, dalam peristiwa pidana umum, jika terdakwa didakwa pasal penggelapan, maka pembelinya bisa dikenakan pidana yakni sebagai penadah. 

"Apalagi ini dalam tindak pidana korupsi, kenapa pembeli barang hasil penggelapan kok masih berkeliaran," keluhnya.

Selain itu, Abdurrahman menilai bahwa perkara yang menjerat kliennya setengah hati. Karena menurutnya, peristiwa hukum pidana harus berangkai dan runtun, ada peran, ada turut serta dan pemerserta.

"Apalagi pasalnya 10 dan 15 ini kan percobaan dari undang-undang korupsi. Berartikan coba-coba. Kenapa percobaan? karena yang didakwakan itu setengah hati," ujarnya.

"Harusnya ini ada pelaku yang menjualkan dan pembeli, kenapa itu dibiarkan," pungkas Abdurrahman.

Dijelaskan dalam surat dakwaan jaksa, perbuatan terdakwa menjual barang hasil penegakan peraturan daerah dilakukan pada 17 Mei 2022 sampai dengan 23 Mei 2022.

Aksi terdakwa menjual barang sitaan dilakukan dengan modus operandi yakni penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power) yang dimilikinya. Sehingga dengan wewenang tersebut dipergunakan untuk memperdaya dan menggerakkan orang lain baik itu bawahannya ataupun pihak ketiga, dengan alasan pembersihan dan dilakukan pemasangan paving, sehingga barang sitaan yang berada di gudang Satpol PP akan dikeluarkan semua.

Pihak ketiga tersebut adalah saksi Sunadi alias Cak Sup, saksi Yateno alias Yatno, saksi Mohammad S Hanjaya alias Abah Yaya, dan saksi Slamet Sugianto alias Sugi untuk mencarikan pembeli. 

Namun ternyata empat saksi tersebut gagal mendapatkan pembeli seperti yang diinginkan terdakwa. Kemudian terdakwa bertemu saksi Abdul Rahman dan menyepakati jual beli seharga Rp 500 juta untuk seluruh barang sitaan yang berada di gudang Satpol PP. 

Atas dasar kesepakatan tersebut saksi Abdul Rahman memilah dan mengangkut besi-besi dengan menggunakan dua truk, yang kemudian dijual ke PT Raksa dengan harga Rp 45 juta.

Atas perbuatannya, terdakwa didakwa pasal 10 huruf a, pasal 10 huruf b jo pasal 15 jo pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.