Kasus Dugaan Penganiayaan Ivan Hartawan, Kuasa Hukum: Tamparan itu Reflek Karena Klien Kami Dikeroyok

Situasi sidang dugaan kasus penganiayaan dengan terdakwa Ivan Hartawan/RMOLJatim
Situasi sidang dugaan kasus penganiayaan dengan terdakwa Ivan Hartawan/RMOLJatim

Sidang lanjutan dugaan kasus penganiayaan dengan terdakwa Ivan Hartawan terhadap korban Maria Tanti digelar kembali. Terdakwa dihadirkan secara virtual di ruang sidang Kartika, Pengadilan Negeri Kepanjen Kelas I B, Selasa (25/10). 


Agenda sidang menghadirkan saksi meringankan dan pemeriksaan terdakwa. Sidang dipimpin Hakim Ketua, Amin Imanuel Bureni.

Saksi yang dihadirkan untuk meringankan terdakwa sempat diwarnai protes oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anjar Rudi Admoko yang mengatakan, keberatan karena masih ada hubungan keluarga yakni sebagai anak kandung. Namun sidang tetap diputuskan berjalan oleh Majelis Hakim.

Merespon hal itu, ketua tim kuasa hukum dari terdakwa Ivan Hartawan yakni Gunadi Handoko, bisa memahami keberatan JPU. Namun ia menekankan saksi yang dihadirkan merupakan saksi fakta. 

"Kita bisa pahami mengenai itu (keberatan). Namun dia kan saksi fakta. Keterangan tetap didengar, tapi tidak disumpah dan sebagai petunjuk saja. Tinggal hakim yang menilai," ujarnya. 

Dari sidang lanjutan ini, lanjut Gunadi, cerita yang disampaikan oleh kliennya sebenarnya terdakwa Ivan Hartawan merupakan korban. Sedangkan mengenai soal tamparan itu hanya secara reflek, ketika peristiwa penggeroyokan terjadi. 

"Dari cerita yang disampaikan oleh klien kami tadi, sebenarnya dia korban. Rasa keadlian bagaimana? Sedangkan mengenai tamparan itu kan hanya secara reflek. Secara teori hukum ada sebab akibat. Akibat terjadi menampar karena dikeroyok tadi. Justru klien kami tidak cocok dikategorikan sebagai tersangka. Padahal klien kami mengalami penderitaan," tandas pria yang khas mengenakan kacamata tersebut. 

Ia pun sempat bercerita kronologis awal hingga muncul peristiwa dugaan penganiayaan pasca pengeroyokan terjadi. 

"Sebenarnya kasus ini kan saling lapor. Awalnya potong pohon. Kok tidak ijin mantan bekas mertuanya. Kalau klien kami ngomong ini kan rumahnya dan dia tak perlu izin ke siapapun. Kemudian terjadi ada empat orang melakukan peristiwa pengeroyokan. Lalu klien kami melaporkannya. Dan kasusnya juga berjalan ada empat terdakwa. Diantaranya Maria Tanti, Ricky Eliyer Au Batuwael, Edy Batuwael, Josev Albert Kevin Maspaitella. Berikutnya, malah klien kami yang dilaporkan," jelas Gunadi. 

"Sekarang klien kami merupakan korban. Apa layak dia dijadikan tersangka. Kemudian diadili seperti ini. Ingat beberapa kasus di Indonesia. Yurisprudensi yang sudah ada, seperti ibu-ibu di Medan melawan preman. Awalnya jadi tersangka, tapi akhirnya gejolak kemudian kasusnya di SP3. Kemudian bapak-bapak yang membunuh begal. Kalau dia tidak melawan, kan mati mereka. Akhirnya dihentikan juga kasusnya. Nah, di kasus klien kami ini dikeroyok, bukan satu lawan satu loh. Begitu brutal mereka. Apakah klien kami harus diam, kan tidak mungkin," tegasnya. 

Terakhir Gunadi berharap, bahwa majelis dapat obyektif dan dapat membebaskan kliennya. 

"Kalau ini dianggap terbukti. Terbukti yang bagaimana? Kondisi membela diri. Dengan teori sebab dan akibat. Sebabnya dikeroyok bertubi-tubi," tuturnya. 

Perlu diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang sebelumnya telah membacakan dakwaannya, bahwa terdakwa Ivan Hartawan pada Hari Kamis tanggal 18 November 2021 sekiranya pukul 11.00 WIB, bertempat di Perum Puncak Dieng Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang telah melakukan penganiayaan tehadap saksi korban Maria Tanti. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut pasal 351 ayat (1) KUHP.