Ini Alasan JPU Kejari Surabaya Jadikan Asisten 2 Irvan Widyanto Saksi Seorang Diri Kasus Penjualan Barang Sitaan Satpol PP

Asisten 2 Pemkot Surabaya Irvan Widyanto sebagai saksi penjualan barang sitaan Satpol PP di Pengadilan Tipikor/RMOLJatim
Asisten 2 Pemkot Surabaya Irvan Widyanto sebagai saksi penjualan barang sitaan Satpol PP di Pengadilan Tipikor/RMOLJatim

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Surabaya, Nur Rachmansyah mengaku pemanggilan Asisten 2 Pemkot Surabaya Irvan Widyanto sebagai saksi seorang diri tak digabung dengan kelompok lainnya dalam sidang penjualan barang sitaan Satpol PP di Pengadilan Tipikor ada beberapa alasan.


Menurutnya Asisten 2 Pemkot Surabaya Irvan Widyanto dianggap tidak mengetahui peristiwa awalnya kasus tersebut, tetapi setelah perkara itu ramai diketahui semua pihak.

"Karena memang saksi irvan ini bukan mengetahui saksi secara langsung awalnya, jadi pasca kejadian," kata JPU Kejari Surabaya Nur Rachmansyah dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (10/11).

Selain itu kata Nur Rachmansyah, adanya beberapa saksi yang terlibat langsung dalam perkara tersebut menyebut ada peran Asisten 2 Irvan Widyanto membantu pengembalian uang hasil penjualan barang sitaan Satpol PP Surabaya.

"Karena ada saksi-saksi sebelumnya yang menyebutkan ada saksi lain yang menyebut saudara Irvan, Asisten 2 itu bertemu dengan mereka," jelasnya.

Nah, sehingga dengan adanya keterangan dari saksi lainnya maka pemanggilan Asisten 2 Irvan Widyanto merupakan pengembangan pengungkapan perkara. "Ini saksi pengembangan dari penyidikan," pungkasnya.

Seperti diketahui dalam mengungkap kasus ini, JPU terpaksa harus menghadirkan 24 saksi. Dalam sidang tersebut, ke 24 saksi tak dihadirkan secara langsung. Dari 24 saksi tersebut dikelompokkan setiap sidang.

Setiap kelompok ada yang terdiri dari 6 saksi, lalu 5 saksi hingga 1 orang saksi. Saat ini total saksi yang sudah dihadirkan sudah mencapai 24 orang.

Sebelumnya Rabu, (26/10) ada dua kelompok yang dihadirkan sebagai saksi. Mereka diantaranya Kasatpol PP Eddy Christijanto, Kabid Sumber Daya Satpol PP Dwi Hardianto, Kabid Penegakan Peraturan Daerah (Kabid Gakda) Satpol PP Irna Pawanti, anggota Gakda Andriansyah, Sub Koordinator Penyelidikan dan Penyidikan Gakda Satpol PP Iskandar, dan pihak inspektorat Tatang.

Lalu Jumat (28/10) penjaga gudang yang merupakan anggota Satpol PP Surabaya yakni Prasetyo, Uce Albas, Eko Hariyanto, Mujiono, Bagus Nugroho dan Mochamad Arifin.

Kemudian Rabu (2/11) ada 4 orang makelar tersebut yakni, Sunadi (Cak Sun), Yateno (Yatno), M. Mohamad S  Hanjaya (Abah Yaya) dan Slemet Sugianto (Sugi).

Lalu 1 orang koordinator Satpol PP Surabaya yakni Abdul Muin dan pembeli barang sitaan tersebut, Abdul Rahman.

Sedangkan pada Jum'at (4/11) terdapat 5 saksi, untuk kelompok pertama terdiri dari 3 saksi diantaranya Mudita Dhira Widaksa, Kukuh Satriyo dan Dina Agustine Pratama.

Kelompok selanjutnya yakni Lurah Pradah Kali Kendal, Hajar Sulistyono dan Supriyanto. Sedangkan yanv terakhir Rabu (9/11) adalah Asisten 2 Pemkot Surabaya, Irvan Widyanto.

Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menyidangkan dugaan korupsi penjualan barang sitaan hasil penertiban Satpol PP Surabaya Rp500 juta yang dilakukan Ferry Jocom, Rabu (9/11).

Seperti diberitakan eks Kabid Trantibum Satpol PP Surabaya, Ferry Jocom telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban mencapai Rp500 juta.

Barang penertiban itu ada di gudang penyimpanan hasil penertiban Satpol PP Surabaya, Jalan Tanjungsari Baru 11-15, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya.

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Ferry Jocom lalu dilakukan penahanan di Rutan Kelas 1 Surabaya Cabang Kejati Jatim.

Ia disangkakan melanggar Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b Jo. Pasal 15 Jo. Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.