Sidang Gugatan Ketua DKS, Saksi Ahli: Intervensi Pemkot bentuk Kolonialisasi Kesenian 

Ahli Sosiologi, Prof. Dr Hotman Siahaan saat menjadi saksi ahli di PTUN Surabaya/RMOLJatim
Ahli Sosiologi, Prof. Dr Hotman Siahaan saat menjadi saksi ahli di PTUN Surabaya/RMOLJatim

Ahli sosiologi, Prof Hotman Siahaan dihadirkan sebagai saksi ahli dalam gugatan Ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS) terhadap Pemkot Surabaya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya, Kamis (17/11).


Prof.Hotman dihadirkan untuk menjelaskan relasi Dewan Kesenian dan Pemerintah Kota Surabaya menurut teori Demokrasi Deliberatif.

Menurut Prof Hotman, setidaknya ada 3 aktor penting di dalam demokrasi deliberatif, yaitu: State (Negara), Pasar, dan Lebenswelt (masyarakat sipil). 

Menurutnya, Pemkot tidak boleh mengambil keputusan secara sepihak, tanpa melalui proses diskursus wacana terlebih dahulu.

"Jadi, sebelum kebijakan itu diambil oleh Negara, dalam hal ini Pemkot, maka negara harus melakukan tindakan komunikatif dulu. Menyampaikan wacana soal kebijakan itu kepada masyarakat sipil, lalu membuka ruang bagi masyarakat sipil untuk menguji wacana berdasarkan 3 indikator, kebenaran, ketepatan, dan moralitas. Apakah kebijakan negara itu sudah sesuai dengan 3 indikator tersebut. Kalau tidak sesuai, harusnya kebijakan itu tidak dikeluarkan," kata Prof. Hotman Siahaan. 

Di dalam Demokrasi Deliberatif, lanjut Prof Hotman, proses diskursus wacana harus dilakukan di ruang publik, dengan syarat bahwa para pihak yang terlibat dalam proses diskursus wacana berada dalam posisi yang setara. Dengan demikian konsep komunikasi intersubyektif dapat terpenuhi. 

"State dan lebenswelt harus berada dalam posisi yang setara, jika pertemuan- pertemuan yang digelar itu bersifat formal, maka tidak ada komunikasi intersubyektif, dan dengan demikian demokrasi deliberatif tidak akan tercapai," sambungnya.

Prof. Hotman juga menjelaskan bahwa kebijakan negara yang diambil tanpa melalui proses diskursus wacana dan tanpa adanya komunikasi intersubyektif adalah kebijakan negara yang sifatnya interventif.

"Kebijakan negara tanpa adanya diskursus wacana, dan tanpa melalui membuka ruang bagi masyarakat sipil untuk mengujinya berdasarkan 3 indikator itu, secara teori itu disebut dengan intervensi, dan akan jatuh pada Kolonialisme Kesenian." bebernya.

Menurutnya, kesenian itu adalah dunia kreatif, yang tidak boleh diintervensi oleh Negara. Oleh karena kesenian hanya dapat didefinisikan oleh lebenswelt (masyarakat sipil).

"Negara tidak boleh mendefinisikan kesenian versi negara. Kesenian itu harus lah didefinisikan oleh para seniman. Jika negara ikut-ikut mendefinisikan kesenian berdasarkan versinya sendiri, lalu memaksa masyarakat untuk tunduk pada definisi itu, itulah yang saya sebut sebagai kolonialisme kesenian," terang Prof. Hotman Siahaan.

Terpisah, Johan Avie, S.H selaku kuasa hukum Ketua DKS terpilih mengatakan jika keterangan Prof.Hotman Siahaan ini penting untuk memberi terang tentang ruh dan semangat dewan kesenian surabaya.

"Prof Hotman tadi menjelaskan secara rigid bahwa tugas Pemkot itu sejatinya hanya untuk memfasilitasi Dewan Kesenian saja. Secara teoritis, Pemkot tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi organisasi dewan kesenian surabaya," ujarnya.

Menurut dia, definisi kesenian maupun dewan kesenian biar ditentukan oleh Para Seniman sendiri, bukan oleh Pemkot. 

"Kalau Pemkot kemudian ikut mengatur-atur mengenai organisasi dewan kesenian surabaya, tadi ahli jelaskan secara teoritis bahwa itu masuk dalam tindakan intervensi terhadap kesenian," katanya.

"Dan berpotensi jatuh pada tindakan Kolonialisisasi Kesenian. Itu tadi yang ahli jelaskan. Sehingga jelas kebijakan penolakan pemkot atas hasil musyawarah DKS di tahun 2019 itu sebenarnya adalah bentuk kolonialisasi terhadap kesenian." tandas Johan Avie.

Diketahui, gugatan tersebut dilayangkan Chrisman Hadi akibat adanya penolakan dari Walikota Surabaya terkait dengan permohonan pengukuhan dan pelantikan pengurus Dewan Kesenian Surabaya periode 2020-2024.

Chrisman Hadi merupakan Ketua DKS yang telah dipilih melalui Musyawarah Pemilihan DKS di tahun 2019, yang dihadiri oleh 129 orang seniman se-Surabaya. Di dalam musyawarah tersebut, para seniman se- Surabaya telah sepakat memilih Chrisman Hadi sebagai Ketua Dewan Kesenian Surabaya periode 2020-2024, dengan mengalahkan 5 orang kandidat Ketua Dewan Kesenian Surabaya lainnya.

Persidangan akan dilanjutkan kembali pada 24 November 2022 dengan agenda Pemeriksaan Ahli Hukum Administrasi Negara dari pihak penggugat dan tergugat.