KPK Tetapkan 10 Orang Tersangka Korupsi Kasus Pungli di Rutan

Gedung KPK/RMOL
Gedung KPK/RMOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaikkan kasus dugaan pungutan liar (pungli) di Rutan KPK ke tahap penyidikan dengan menetapkan lebih dari 10 orang sebagai tersangka.


Jurubicara KPK, Ali Fikri mengatakan, dalam ekspose atau gelar perkara, pimpinan dan pejabat struktural KPK di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK telah sepakat untuk menaikkan penyelidikan dugaan pungli di Rutan KPK ke proses penyidikan.

"Saya sebutkan para tersangka karena lebih dari 10 orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (20/2).

Namun demikian kata Ali, KPK masih menyelesaikan proses administrasi, yakni untuk segera diterbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

"Masih proses, masih proses (penerbitan Sprindik). Tadi saya sudah cek, masih proses, nanti ketika sudah selesai Sprindiknya, pasti nanti dijadwalkan pemanggilan saksi-saksi, dan kami sampaikan kepada masyarakat siapa saja yang dipanggil sebagai saksi berdasarkan Sprindik, termasuk SPDP, pasti diberikan," pungkas Ali.

Pada Kamis (15/2), Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah membacakan putusan sidang etik terhadap 90 orang terperiksa. Sehingga, masih ada 3 orang lagi yang juga akan segera dilakukan sidang etik.

Dari 90 orang terperiksa itu, Dewas KPK sudah menjatuhkan sanksi berat berupa permohonan maaf secara terbuka dan langsung terhadap 78 orang pegawai Rutan KPK.

Sedangkan 12 orang lainnya yang menerima uang pungli sebelum adanya Dewas KPK, diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk dilakukan sidang disiplin.

Para terperiksa tersebut terbukti menerima uang bulanan dari para tahanan KPK agar bisa memasukkan handphone, barang/makanan, dan lainnya ke dalam tahanan sejak 2018-2023. Uang yang diterima paling sedikit sebesar Rp2 juta, dan paling banyak sebesar Rp425,5 juta.

Para terperiksa menerima uang bulanan sebagai uang "tutup mata" agar membiarkan tahanan menggunakan handphone. Para terperiksa rata-rata menerima uang Rp3 juta setiap bulannya.