Temuan BPK Soal Kenaikan Tunjangan Anggota DPRD Kabupaten Madiun, Pakar: Korupsi Dimulai dari Kebijakan

Pakar Hukum Pidana, Wahju Prijo Djatmiko/ist
Pakar Hukum Pidana, Wahju Prijo Djatmiko/ist

Dugaan kenaikan tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Madiun Tahun anggaran 2021 sebesar Rp 2,2 milliar secara yuridis normatif bukan perbuatan melawan hukum. Hal ini sudah ada payung hukum yakni Peraturan Bupati (Perbup) No. 30 tahun 2021 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD. 


Hal tersebut dikatakan oleh Pakar Hukum Pidana Wahju Prijo Djatmiko melalui aplikasi whatsapp, Jumat (18/11).

"Secara yuridis normatif bukan perbuatan melawan hukum, karena sudah adanya payung hukum yakni Peraturan Bupati (Perbup) No. 30 tahun 2021 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan Dan Anggota DPRD," ujar Wahju dikutip Kantor Berita RMOLJatim.

Namun, lanjut Wahju, pola seperti itu bisa termasuk dalam sindikat korupsi karena dilaksanakan cakupan luas dari elit pemegang kekuasan strategis. Maka semakin sistematislah perampasan keuangan negara yang akan terjadi.

"Pada dasarnya persoalan korupsi bisa dimulai dari fase sedini mungkin yakni pada tahap pengkreasian legal back up (perangkat perundang-undangan yang mendukung) dari suatu kebijakan keuangan/pembangunan.

Pengkreasian instrument hukum untuk memuluskan atau memayungi korupsi dengan hukum adalah dengan menciptakan produk-produk hukum yang korup. Sebenarnya produk hukum yang korup inilah yang menjadi variabel dominan penghambat pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Wahyu.

Berangkat dari perspektif keilmuwan tentang tindak pidana korupsi menurut Wahju, untuk mengujinya adalah menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK yakni dengan mengevaluasi kembali Perbub a quo. 

Di samping itu, mekanisme appraisal harus diuji kembali berdasarkan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan Peraturan Menteri Keuangan terkait dan kelayakan nilai ekonomi dari yang diajukan, karena untuk masing-masing daerah satuan harga komoditi dan jasa tentulah tidak sama.

Sebelumnya, dugaan kenaikan tunjangan yang terungkap berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, dibantah Ketua DPRD Kabupaten Madiun Fery Sudarsono. 

Menurut Fery, besaran tunjangan sudah dihitung berdasarkan apraisal dan menyesuaikan inflasi.

"Tidak ada selisih temuan, itu gak ada temuan BPK. Temuan BPK itu hanya suruh mengkaji ulang, gak disuruh mengembalikan. Kalau disuruh kembalikan ya kembalikan, kita tidak masalah, bukan temuan," kata Fery.

LHP BPK perwakilan Jawa Timur lanjut Fery, hanya merekomendasikan untuk mengevaluasi peraturan Bupati (Perbu) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD sekaligus menerbitkan perbub yang baru.

" Hanya ada saran dan masukan suruh mengkaji apraisal dan perbup-nya saja. Kita semua menjalankan apraisal dan perbup. Kalau kita gak menjalankan apraisal dan perbup kan salah," pungkas Fery.