Polemik Biaya Haji 2023,  Begini Tanggapan KPK

foto/net
foto/net

Usulan kenaikan biaya perjalanan ibadah haji 2023  sebesar Rp 69 juta disampaikan Kementerian Agama (Kemenag) RI menimbulkan polemik berkepanjangan baik di kalangan DPR RI serta masyarakat.


Sejumlah anggota DPR Di Senayan biaya haji idak sampai Rp. 69 juta, dengan membandingkan dengan Negara Tetangga Malaysia. Bahkan Calon Jamaah Haji, ada yang mengancam akan menarik dana setoran hajinya, karena tidak mampu membayar jika harus membayar Rp. 69 juta. Sementara disisi lain, jamaah calon haji, yang masuk dalam daftar tunggu, berpotensi mengalami kerugian Jika Bipih tidak dinaikkan. 

Karena itulah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu hadir untuk membela kepentingan semua pihak, Baik Kementerian Agama dan umat Islam, yang sudah mendapatkan nomor porsi haji.

"KPK merasa perlu membersamai baik Kementerian agama pun ummat Islam yang telah menyetorkan biaya haji secara sekaligus," ucap wakil Ketua KPK RI, Dr. Nurul Ghufron, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Minggu (29/1).

Dia menegaskan bahwa biaya ibadah haji perlu diefisiensikan. Karena itu KPK telah mendorong adanya efisiensi pembiayaan haji.

"Itu semua menjadi kajian KPK sejak tahun  2019 ( kajian optimalosasi pengelolaan dana haji oleh BPKH ) dan tahun 2020 ( Efisiensi Biaya operasional Haji secara umum baik di tanah air hingga ke Arab Saudi," jelas Mantan Dekan Fakultas hukum Universitas Jember ini.

Dari kajian itu, lanjut Ghufron, sudah menyampaikan 9 rekomendasi KPK.  Semua rekom itu telah ditindak lanjuti,  hanya tinggal 1 yang masih belum yaitu harmonisasi UU Pengelolaan dana haji dan UU penyelenggaraan haji.  Karena  hal tersebut,  perlu kesepakatan pihak pemerintah dengan DPR.

Terkait persoalan dana haji, yang  ramai dibicarakan dan mengejutkan karena angkanya seperti naik sangat tinggi, Nurul Ghufron menjelaskan perbedaan BPIH dan Bipih, yang istilahnya mirip.

Perlu dijelaskan dari uraian Komponen biaya haji itu terdiri dari BPIH, Bipih dan nilai manfaat.

"BPIH ( Biaya penyelenggaraan Ibadah Haji) yang merupakan biaya keseluruhan penyelenggaraan ibadah haji. Sedangkan BIPIH ( Biaya penyelenggaraan haji), yang dibebankan kepada jamaah," terang pria, yang juga pakar Hukum Universitas Jember ini.

"Sedangkan nilai manfaat adalah  besaran nilai manfaat karena pengelolaan /pengusahaan biaya haji yang tertunda waktunya sejak penyetoran ketika dinyatakan mendapat Porsi sampai keberangkatan," sambungnya.

Pria kelahiran Sumenep ini kemudian mencontohkan Bipih Pada tahun 2022,  terbit Keputusan Presiden (Keppres) yang menyatakan besaran beban biaya haji bagi jemaah dari embarkasi Aceh hingga Makassar rata-rata Rp 39,8 juta per orang. 

Sementara diketahui pada Saat itu, total biaya total penyelenggaraan haji atau BPIH untuk setiap jemaah adalah Rp 81,7 juta. Sehingga selisihnya yaitu Rp. 41,9 juta di tanggung dari nilai manfaat.

"Ini artinya 48 % ditanggung oleh jamaah dan 52% dari nilai manfaat hasil dari pengusahaan BPKH," terang dia.

Namun, 2 minggu sebelum keberangkatan ternyata dari pihak Arab Saudi, kembali menaikkan biayanya sehingga BPIH kembali meningkat menjadi Rp. 98,3 juta per orang.

Pemerintah kemudian menerbitkan Keppres Nomor 8 Tahun 2022 yang menyatakan kucuran besaran nilai manfaat dari BPKH bertambah dari yang semula 41,9 juta menjadi sekitar Rp. 47 juta.

"Alhasil nilai manfaat yang harus dikucurkan untuk memenuhi BPIH, BPKH harus menambah kembali menjadi sekitar 59-60 persen dari total biaya haji. Sebelum biaya operasional haji di Arab naik, lembaga itu hanya harus mengeluarkan Rp 4,2 triliun menjadi Rp 5,4 triliun," katanya.