Korban Penipuan WNA Australia Datangi Polda Jatim, Pertanyakan Perpanjangan Red Notice 

SE saat mendatangi kantor Ditreskrimum Polda Jatim/RMOLJatim
SE saat mendatangi kantor Ditreskrimum Polda Jatim/RMOLJatim

Pelapor kasus penipuan dan penggelapan, SE (41), warga Sidoarjo, mendatangi Mapolda Jawa Timur untuk mempertanyakan perpanjangan red notice atau daftar pencarian orang terhadap dua terlapor berinisial DTJ dan CS. Keduanya adalah warga negara Australia.


"Kedatangan saya ke sini untuk menanyakan ke penyidik terkait  perpanjangan red notice," kata SE pada awak media di depan kantor Ditreskrimum Polda Jatim, seperti dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (16/2).

Menurut SE, red notice terhadap terlapor DTJ dan CS dikeluarkan pada Februari dan Oktober 2019 lalu. Hal ini berdasarkan surat pemberitahuan rujukan penyidik yang telah menerima surat dari Divhubinter Mabes Polri yang menerbitkan red notice Interpol terhadap terlapor DTJ dengan control No. A-2093/2-2019 tanggal 20 Februari 2019 dan red notice Interpol dengan control No. A-10224/10-2019 tanggal 2 Oktober 2019 terhadap terlapor CS.

"Artinya, bulan ini atau tepatnya  20 Februari 2023, red notice akan kadaluarsa. Namun sampai sekarang proses perpanjangan belum terlihat titik terangnya. Bahkan kasus ini sudah berjalan selama 6 tahun tapi pelaku belum tertangkap," ujar SE.

Ditambahkan SE, sebenarnya lokasi terlapor sudah diketahui  berada di Perth, Australia. Bahkan dirinya pernah datang ke sana namun diancam oleh DTJ akan dilaporkan ke pihak imigrasi. Oleh pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI), SE kemudian diminta kembali dan membuat laporan ke pihak kepolisian.

"Lokasi terlapor DTJ dan CS sudah diketahui oleh pihak KJRI. Ada dua alamat. Semua sudah dituliskan lengkap. Entah kenapa sampai sekarang terlapor belum diamankan," keluh SE.

Setelah kembali ke Indonesia, SE kemudian melaporkan DTJ dan CS ke Polda Jatim atas dugaan penipuan dan penggelapan. Ada dua laporan yang dilayangkan SE yakni laporan polisi dengan nomor: LBP/1377/2016/UM/SPKT/Polda Jatim dan LP nomor: LPB/1502/XII/2016/UM/Polda Jatim.

Saat ini status DTJ dan CS bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Kasus penipuan dan penggelapan ini berawal dari tahun 2014. Saat itu SE baru saja mendirikan perusahaan di bidang ekspor barang-barang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) Jatim.

Awal perkenalan dirinya dengan tersangka DTJ ketika SE masih bekerja di salah satu perusahaan di Jawa Timur. Lama mereka tidak komunikasi, sampai SE memutuskan keluar dari pekerjaannya dan membuka perusahaan baru.

Tiba-tiba, DTJ menghubungi SE dengan memberikan penawaran kerjasama. Terlapor ingin membeli barang-barang yang dijual SE dengan jumlah besar.

Awalnya SE tidak percaya dengan pelaku. Namun, DTJ terus merayu Selfie dengan mengatakan bahwa, pihaknya sudah memiliki partner di Indonesia untuk men-support kebutuhannya di Australia.

Hanya saja, partner bisnisnya itu terbilang lambat dan butuh banyak supplier lainnya di Indonesia untuk perusahaannya di Australia (Perth). Sehingga, ia ingin mencari orang lain lagi. Warga Australia itu bahkan menyebut bahwa perusahaannya di Australia Barat (Western Australia) adalah perusahaan besar dan memiliki jaringan yang luas. Ia adalah importir dari negara Kangguru.

Bahkan, ia menjelaskan memiliki perusahaan di Indonesia. Perusahaan itu mengatasnamakan pelapor CS yang bergerak di perdagangan lokal untuk barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang miring. Harga yang ditawarkan pelaku sangat menggiurkan. 

SE pun memutuskan untuk menyetujui permintaan tersebut. “Saat itu, ia minta saya kirimkan empat kontainer dalam sekali kirim. Tapi, karena saya tidak sanggup, saya minta untuk pengirimannya dicicil. DTJ akhirnya setuju,” terangnya.

Namun, DTJ meminta agar pembayarannya diberikan setelah semua pesanannya terkirim. Sebenarnya, permintaan itu berat. Namun, SE mencoba untuk memenuhi permintaan tersebut. Semua permintaannya telah dikirim.

Hingga batas waktu yang diberikan, DTJ tidak kunjung membayar semua barang-barang tersebut. Total kerugian yang dialaminya mencapai Rp 1.825.800.000.

SE pun melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim. Di kepolisian pelapor merasakan hal pahit. Kasusnya seperti tidak jalan. Buktinya sampai 6 tahun lamanya kasus ini belum ada kejelasan. SE sendiri sudah beberapa kali menanyakan kejelasan kasusnya ke penyidik Ditreskrimum Polda Jatim.

“Saya hanya mencari keadilan saja,” terangnya.

Pihaknya bahkan sudah melayangkan surat ke pimpinan Polri dan Presiden RI untuk meminta perlindungan hukum atas kasus yang menderanya.

“Saya sudah bersurat ke pimpinan Polri dan Presiden RI untuk meminta perlindungan hukum. Tapi, tidak pernah ada respon  di lapangan. Semua saling lempar tanggung jawab," tandasnya.

Bahkan selama mencari keadilan, SE sempat mendapat ancaman dari pelaku melalui telepon dan pesan text.

"Saya beberapa kali diteror oleh DTJ. Bahkan, mengirim orang ke rumahnya. Dia juga mengaku jika punya backingan berpangkat jenderal di kepolisian,” bebernya.