SCG Sebut Tiga Variabel, Peta Capres-Cawapres Bisa Hasilkan Kejutan Luar Biasa

Prabowo dan Anies Baswedan/ net
Prabowo dan Anies Baswedan/ net

Lembaga riset politik, Surabaya Consulting Group (SCG), menyebut peta pencalonan presiden pada beberapa waktu ke depan akan bergerak sangat dinamis, dan bahkan bisa memberi kejutan luar biasa ke publik. Kejutan itu, misalnya, adalah kemunculan duet Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sebagai pasangan capres-cawapres.


“Bandul politik masih terus bergerak. Kejutan-kejutan yang bahkan nyaris tak terpikirkan bisaa dimungkinkan terjadi, termasuk duet Prabowo-Anies,” ujar Peneliti Senior SCG Arif Budi Santoso kepada media, Selasa (2/5/2023).

Arif mengatakan, dinamika pergerakan politik jelang penentuan capres-cawapres akan dipengaruhi oleh sedikitnya tiga variabel. Pertama, pencalonan Ganjar Pranowo sebagai game changer pembuka dari semua permainan catur politik Pilpres 2024.

“Pencapresan Ganjar menjadi game changer. Bandul politik berubah tak karuan sejak Ganjar resmi dicalonkan, dan tentu ini mengubah skenario-skenario, baik itu skenario Koalisi Indonesia Bersatu (PPP, Golkar, PAN), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Gerinda, PKB), bahkan Koalisi Perubahan (NasDem, PKS, Demokrat),” ujarnya.

Terbukti, PPP segera mengumumkan dukungannya pada Ganjar Pranowo. Di lingkungan analis politik, imbuh Arif, banyak dibahas bahwa PAN juga segera melabuhkan dukungannya ke Ganjar. “Sehingga KIB otomatis tinggal Golkar yang kini terlihat bergerak menjajaki sejumlah skema, seperti lewat kunjungan Ketum Golkar Airlangga Hartarto ke Prabowo hingga SBY-AHY. Sehingga ini membuka banyak potensi skema duet baru,” ujar Arif.

Variabel kedua, lanjut Arif, adalah tren elektabilitas tiga capres terkuat, yaitu Ganjar, Prabowo, dan Anies. Tren elektabilitas Ganjar telah kembali ke relnya, dan kini unggul dibanding semua kompetitornya. Semua lembaga survei kredibel yang telah merilis hasil surveinya, dengan hasil Ganjar berada di posisi teratas, sementara Prabowo dan Anies relatif tidak banyak berubah. Dengan masifnya gerakan di lapangan dan kemampuan Ganjar merajut dukungan melalui gaya komunikasi yang cair, tren elektabilitasnya diprediksi kian menanjak. 

Apalagi, lanjut Arif, secara kemungkinan statistik, angka elektabilitas Ganjar bisa kian meningkat lantaran tingkat popularitasnya belum seoptimal Prabowo dan Anies. Angka popularitas Ganjar di sejumlah survei berkisar 80 persen, sedangkan Prabowo dan Anies sudah di atas 90 persen. Artinya ada ruang peningkatan elektabilitas bagi Ganjar jika mampu mengerek popularitasnya lebih tinggi lagi.

“Dengan membaca tren elektabilitas Ganjar semacam itu, bisa dimungkinkan ada pergeseran kesadaran di antara kubu Prabowo dan Anies untuk mengonsolidasikan diri guna menantang Ganjar dengan melahirkan duet Prabowo-Anies. Hitung-hitungan itu dimungkinkan sehingga terjadi konsolidasi di antara pendukung Prabowo dan Anies yang sebenarnya sedikit beririsan,” jelas Arif.

Variabel ketiga, imbuh alumnus Universitas Airlangga Surabaya tersebut, adalah kebutuhan konsolidasi internal parpol untuk mengamankan suara pemilihan legislatif 2024. Setiap parpol kini membutuhkan pengungkit suara sekaligus konsolidator internalnya. Ini terutama untuk parpol yang memiliki capres-cawapres potensial.

Arif mencontohkan, majunya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Pilpres akan mengonsolidasikan kekuatan Demokrat sehingga suaranya akan aman. Sementara ketika Demokrat misalnya mendukung Anies tapi AHY tak jadi cawapres, maka yang akan menikmati efek ekor jasnya tak bisa Demokrat sepenuhnya. Demikian pula bila Airlangga Hartarto atau Muhaimin Iskandar maju, maka kekuatan Golkar dan PKB akan terkonsolidasi. 

“Dengan kalkulasi politik semacam itu, bandul politik bisa terus berubah. Caturnya masih terus dimainkan, sembari tentu harus menghitung presidential threshold. Airlangga-AHY misalnya, sangat dimungkinkan karena Golkar dan Demokrat sama-sama butuh konsolidator internal untuk amankan suara pemilihan legislatif,” papar Arif.