Ini Alasan MK Pertahankan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat bacakan putusan menolak gugatan sistem pemilu tertutup/Repro
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat bacakan putusan menolak gugatan sistem pemilu tertutup/Repro

Sistem pemilihan legislatif (Pileg) terbuka yang diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu dinyatakan konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan beberapa alasan.


"Proporsional terbuka juga dinilai lebih demokratis," ujar Hakim Konstitusi, Suhartoyo dalam sidang pleno pembacaan putusan perkara Nomor 114/PUU-XIX/2022, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).

Ia menjelaskan, nilai demokratis dalam pelaksanaan sistem proporsional terbuka tergambar dalam pemenuhan hak kebebasan rakyat memilih calon pemimpinnya.

"Karena dalam sistem ini representasi politik didasarkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai politik atau calon. Sehingga,  memberikan kesempatan yang lebih adil bagi partai atau calon yang mendapatkan dukungan publik yang signifikan," urainya.

Di samping itu, Suhartoyo juga menyebut sistem proporsional terbuka memberikan ruang yang sama bagi calon anggota legislatif (Caleg).

Sebab menurutnya, hal itu mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkatkan kualitas kampanye serta program kerja para caleg yang akan bertanding di Pileg.

"(Maka) kandidat calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan," demikian Suhartoyo.

Dalam putusannya, MK menyatakan menolak seluruhnya permohonan kader PDIP, Demas Brian Wicaksana bersama 5 koleganya, yang menginginkan sistem Pileg menjadi tertutup.

Dengan putusan MK itu, Pileg 2024 tetap menggunakan daftar Caleg terbuka, dan pemilih bisa memilih secara langsung kandidat yang menurutnya layak.