Tindak Tegas Tiga Polisi Melanggar Kode Etik di Lebong, Kapolri dapat Apresiasi Positif

Kapolri Jenderal Listyo Sigit / net
Kapolri Jenderal Listyo Sigit / net

Pengamat kepolisian Ali Asghar mengapresiasi ketegasan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam menindak tiga anak buahnya di Lebong yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik Polri.


Ketiga anggota kepolisian yang terbukti melanggar kode etik itu, yakni dua anggota perwira berpangka IPTU berinisial AL, dan TH berinisial IPDA, serta seorang penyidik berinisial MA berpangkat Brigpol.

Kabarnya, ketiga polisi ini tidak dipecat namun hanya dijatuhkan mutasi bersifat demosi selama 1 tahun.

"Saya ucapkan terima kasih kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo yang telah membersihkan polisi 'nakal'," ujar salah satu oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di Provinsi Bengkulu, berinisial HA kepada wartawan.

Dia merasa puas usai ketiga polisi yang menangani perkaranya tersebut terbukti melanggar kode etik hingga dimutasi. Ia berharap, pelanggaran seperti ini tidak terulang lagi di Kabupaten Lebong, Bengkulu.

Sebab, ia menilai kasus hukum yang menyeretnya dalam pengusutan mafia tanah yang menurutnya hanya dikorbankan oknum penyidik dalam kasus tersebut.

Buktinya, oknum penyidik di Polres Lebong resmi dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik Polri dalam pengusutan kasus mafia tanah di Kabupaten Lebong.

"Jangan ada lagi polisi nakal dalam menjaga marwah kepolisian," ungkapnya.

Menurut pria yang tinggal di Desa Sungai Gerong Kecamatan Amen Kabupaten Lebong ini Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu tanggal 3 juli 2021 atas nama pelapor M Syahroni yang diketahui narapidana korupsi harus ditinjau kembali.

Untuk sebagai keberatan perkara ini, ia sudah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). Sebagai, mempertimbangkan atau meninjau kembali keputusan dikarenakan penyidik, penyidik pembantu serta kasat reskrim masalah LP 124 itu salah dan lalai dalam menetapkan tersangka.

"Termasuk menggunakan kekuasaan dan sudah diputuskan dalam sidang KKEP, yaitu demosi 1 tahun, dengan ini agar kiranya dipertimbangkan kembali keputusan tersebut," tambah Ha kepada wartawan.

Ha mengaku, telah dikriminalisasi dalam perkara mafia tanah itu, oleh oknum yang berkepentingan dengan PT Ketahun Hidro Energi (KHE). Mengingat perkara itu terkait kasus pembebasan lahan di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang, dan telah menyeret sejumlah nama menerima uang miliaran.

Terlebih dirinya hanya pembeli, dan disertakan dengan bukti kwitansi dimilikinya. "Karena itu saya yang semula sebagai pemilik tanah berbalik menjadi pelaku kejahatan (tunggal)," ucap Ha.

Di sisi lain, ia menyebutkan proses penyelidikan dan penyidikan Laporan Polisi Nomor :LP/B-124/VII/2021/SPKT/Satreskrim/Polres Lebong/Polda Bengkulu Tanggal 3 Julli 2021 atas nama Pelapor M Syahroni, telau dibawa ke Bidang Etik dan Profesi Kepolisian RI.

"Dan laporan saya di tindak lanjuti oleh Pihak Kepolisian Republik Indonesia. Komisi Kode Etik Polri  Bengkulu telah memeriksa dan mengadili oknum yang saya laporkan dan menjatuhkan Putusan yang pada pokoknya menyatakan Oknum Penyidik terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan pelanggaran kode etik Profesi Polri," demikian Ha.

Sebelumnya kasus dugaan sindikat mafia tanah yang menyasar lahan sejumlah warga bergulir di Polda Bengkulu dan Polres Lebong.

Dua laporan itu berkutat pada persoalan adanya upaya 'penjarahan' berupa balik nama kepemilikan tanah yang tanpa diketahui oleh korban.

Masing-masing lahan tersebut berada di sejumlah titik di Desa Talang Ratu Kecamatan Rimbo Pengadang.

Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Bengkulu pada tahun 2021 lalu telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka, namun tak ditahan dan disidang. 

Padahal, penyidik telah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.

Tak hanya itu, pada tahun 2022 ini giliran Polres Lebong menetapkan H sebagai tersangka. Menariknya, dalam dua perkara ini tiga tersangka yang ditetapkan di Polda Bengkulu tidak ditahan dan diproses. Sementara, untuk tersangka HA diproses bahkan disidang di PN Tubei.

Selain itu, H juga diperiksa Paminal dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Bengkulu. Pemeriksaan ini karena diduga terdapat kejanggalan dalam penetapan sebagai tersangka tunggal dalam perkara dugaan sindikat mafia tanah pembebasan lahan di PT KHE.