Mahasiswa FKH UNAIR Temukan Obat PMK dari Tanaman Kangkung Air

Para mahasiswa penemu obat PMK/ ist
Para mahasiswa penemu obat PMK/ ist

Pada pertengahan 2022, wabah Penyakit Kuku dan Mulut atau PMK telah melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Penyakit yang menjangkit hewan ternak khususnya sapi itu telah merugikan industri peternakan tanah air. 


Berbagai upaya telah pemerintah lakukan untuk mengendalikan wabah tersebut, salah satunya yaitu program vaksinasi. Namun, vaksinasi PMK dinilai tidak efektif karena hanya dapat memberikan perlindungan jangka pendek sekitar 4-6 bulan. 

Berawal dari permasalahan tersebut, lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga (UNAIR) menemukan inovasi obat PMK yang terbuat dari tanaman kangkung air. 

Mereka adalah Annisa Prajna Pramita, Almas Izzah Ramadhani, Ferdika Yudha Wardana, Arifah Adhwa Firanda, dan Helaria Krisna Dewi. Inovasi tersebut berhasil memperoleh pendanaan dari Kemdikburistek melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Eksakta (RE) tahun 2023.

“Sebagai mahasiswa FKH yang kritis terhadap isu penyakit infeksi yang sedang viral. Membuat keingintahuan kami mengenai bahan alam apa yang bisa dimanfaatkan sebagai terapi PMK yang efektif, efisien, dan pastinya terjangkau bagi peternak,” ungkap Annisa selaku ketua tim, Senin, (2/10).

Annisa menjelaskan bahwa nano herba dari tanaman kangkung air memiliki sejumlah manfaat bagi kesehatan hewan. Kangkung air dapat mengurangi efek toksik obat dari hati serta meningkatkan stabilitas dan bioavailabilitas obat. 

Selain itu, pemanfaatan bahan alam seperti kangkung air juga dapat mengurangi penggunaan obat kimia. Oleh sebab itu, tanaman kangkung air berpotensi sebagai antivirus penyakit PMK.

“Pemanfaatan kangkung air saat ini masih kurang dan sering kali dianggap sebagai gulma perairan. Padahal, tanaman kangkung air memiliki senyawa yang diklaim berpotensi sebagai antivirus. Oleh karena itu, kami berusaha untuk meneliti lebih jauh tentang hal itu,” paparnya. 

Lebih lanjut, Annisa mengatakan selama proses penelitian, ia dan tim sempat mengalami beberapa hambatan. Mulai dari penentuan topik hingga pelaksanaan penelitian. Bahkan, timnya pernah melakukan dua kali kesalahan dalam melakukan ekstraksi. Ia mengaku, proses tersebut membutuhkan kecermatan yang cukup tinggi.

“Kami juga agak terhambat untuk bertemu peneliti-peneliti di lab (laboratorium, Red) karena mereka sibuk. Jadi, kami harus mengatur jadwal beberapa kali untuk bertemu. Tapi, semua tantangan itu dapat kami lewati berkat dukungan dan motivasi dari dosen pembimbing kami yaitu Dr Eduardus Bimo yang sangat membantu dalam pengerjaan penelitian ini,” sebutnya. 

Pada akhir, Annisa berharap penelitian timnya dapat menjadi penelitian antivirus yang memberikan dampak positif terhadap ilmu kedokteran hewan. Ia juga berharap ke depannya akan ada lebih banyak penelitian yang dapat mengeksplor potensi bahan alam lainnya sebagai antivirus.

“Semoga perjuangan kami di Program Kreativitas Mahasiswa ini bisa menjadi motivasi dan inspirasi adik-adik tingkat yang ingin berkiprah di PKM pada taun-taun yang akan datang. Dan yang paling penting dan utama adalah mengharumkan nama UNAIR dengan meraih medali emas PIMNAS 2023,” tukasnya.