Uji Materi Batas Usia Capres Cawapres untuk Loloskan Gibran

Direktur Penstudi Reformasi dan Anti Korupsi (Presisi) Demas Brian Wicaksono/Ist
Direktur Penstudi Reformasi dan Anti Korupsi (Presisi) Demas Brian Wicaksono/Ist

Publik menunggu dengan harap-harap cemas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. 


Pembacaan putusan uji materiil Undang-Undang 7/2017 tentang Pemilihan Umum itu akan digelar pada Senin (16/10) mendatang.

Direktur Penstudi Reformasi dan Anti Korupsi (Presisi) Demas Brian Wicaksono mengatakan bahwa uji materi batas usia capres-cawapres memang diajukan untuk meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka berlaga di Pilpres 2024.

"Posisinya terdesain sangat terang, dari sisi pemohon PSI dipimpin oleh Kaesang Pangarep, sedangkan ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Jokowi," kata Demas melansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/10).

Dengan fakta-fakta tersebut, menurut Demas, maka lengkaplah desain dinasti yang terjadi saat ini.

Demas mengungkapkan, sebenarnya objek perkara yang dimohonkan pada Pasal 169 UU 7/2017 tentang Pemilu terkait syarat calon presiden dan wakil presiden bukanlah persoalan konstitusional.

Karena konstitusi telah jelas mengatur pada Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan: Syarat menjadi Presiden adalah warga negara Indonesia, sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Terlebih jika dilihat pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 secara tegas mengatakan Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Berdasarkan perintah konstitusi pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 jelas bahwa terkait syarat lain yang belum diatur oleh UUD harus diatur oleh undang-undang yang artinya hal tersebut menjadi hak dan kewenangan DPR bersama Presiden untuk menyepakati syarat calon presiden dan wakil presiden.

Hal itu bukan kewenangan MK, karena bukan persoalan konstitusional.

"Maka menjadi aneh ketika hakim MK  menerima permohonan receh seperti ini sehingga membuat perkara menjadi berlarut-larut," ungkap Demas.

Menurut dia, sepertinya perlu dipertanyakan kemampuan analisa hukum para hakim MK yang senang membuat perkara murahan ini menjadi panggung eksistensi mereka.

Maka, lanjut Demas, apabila nantinya ternyata MK menerima permohonan syarat calon presiden dan wakil presiden boleh berusia kurang dari 40 tahun dengan syarat berpengalaman/ pernah menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah, maka sangat jelas kepentingan ketua MK kepada kakak iparnya yaitu Presiden Jokowi.

Dia mendorong MK mempelajari lebih detail lagi sebelum memutuskan uji materi tersebut agar kemudian tidak menjadikan sebuah jebakan mematikan bagi Presiden Jokowi.

"Terpenting MK tidak mengkhianati Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 yang mengamanatkan syarat calon presiden dan wakil presiden menjadi kewenangan DPR dan Presiden, bukan MK," demikian Demas.