CEO Talk 2023, Dirut SIER Paparkan Pentingnya Kawasan Industri untuk Menarik Modal Asing Langsung 

Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Didik Prasetiyono,
Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Didik Prasetiyono,

Direktur Utama PT Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), Didik Prasetiyono, menjadi salah satu panelis dalam acara CEO Talk 2023 yang digelar di ASEEC Tower Universitas Airlangga (Unair) Surabaya akhir pekan lalu. 


Selain Didik, hadir dalam kesempatan itu mantan Menteri ESDM Dr (HC) Ignasius Jonan yang menjadi keynote speaker, lalu CEO Center for Environmental, Social and Governance Studies Prof Iman Harymawan dan Founder CEO Talk Dr Ir Arman Hakin Nasution MEg.

Dalam acara yang menjadi bagian dari acara tahunan Alumni Leader Series (ALS) pada event Dies Natalis dari 5 (lima) PTN, yaitu ITS, UNAIR, UB, UI dan UGM . Pada tahun ini, CEO TALK 2023 di-hosting oleh CESGS (Centre for Environmental, Social, and Governance Studies) UNAIR.

Didik mengatakan, hingga Mei 2023, kawasan industri di Indonesia yang telah memiliki izin usaha kawasan industri (IUKI) jumlahnya sebanyak 136 kawasan industri. Luasnya mencapai 71.418 hektare. Dari jumlah itu, sebanyak 84 kawasan industri berada di Pulau Jawa atau sebanyak 61,76 persen.

Sisanya tersebar di Sumatera 27 kawasan industri, Kalimantan 12 kawasan industri, Sulawesi 10 kawasan industri, Maluku tiga kawasan industri dan Papua Barat satu kawasan industri. Sementara di Jawa Barat, menjadi provinsi paling banyak bediri kawasan industri dengan jumlah mencapai 41 kawasan industri.

"Untuk kawasan industri milik pemerintah ada delapan. Yakni SIER, Kawasan Industri Medan, Kawasan Berikat Nusantara, Kawasan Industri Wijayakusuma, Kawasan Industri Terpadu Batang, Kawasan Industri Makassar, Jakarta Industrial Estate Pulogadung atau JIEP dan Pengusahaan Daerah Industri Pulau Batam," jelas Didik.

Di Jawa Timur, kata Didik, total industri yang ada di kawasan industri ada sebanyak 833.726 industri. Dari jumlah itu, total untuk industri besar hanya 1.243 industri atau hanya 0,15 persen. Sedangkan industri menengah 23.383 industri atau 2,80 persen dan industri kecil 809.100 industri atau 97,05 persen.

"Jumlah ini kurang ideal, sebab yang paling banyak menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak adalah industri menengah dan besar. Makanya kita harus dorong agar iklim investasi ini menarik bagi investor besar khususnya yang berasal dari luar negeri," kata Didik.

Keberadaan kawasan industri saat ini, lanjut Wakil Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) ini, sangat penting. Sebab dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan, mewajibkan seluruh investasi industri harus berdiri di kawasan industri.

"Ibarat transportasi udara, kawasan industri ini adalah bandaranya. Bagaimana mungkin pesawat bisa landing jika tidak ada landasan pesawat yang cukup. Untuk itu, perluasan kawasan industri akan membuat semakin banyak pilihan investor untuk masuk. Termasuk penanaman modal asing langsung," ungkapnya.

Menurut Didik, jika Indonesia ingin menjadi negara maju pada 2045, Indonesia harus menjadi negara yang manufakturnya kuat. Sebab jika tidak, bonus demografi akan menjadi beban karena banyak yang menjadi pengangguran.

Pengelolaan kawasan industri yang sehat, kata alumnus Fakultas Ekonomi Bisnis Unair ini, bisa menjawab tantangan itu dengan semakin banyaknya investasi perusahaan besar yang datang. 

Menurut Didik, paling tidak ada empat faktor awal investasi luar negeri mempertimbangkan mau masuk ke sebuah kawasan industri. Pertama tentunya site acquisition atau perolehan  tanah. Kedua infrastruktur pendukung yang memadai, ketiga energi dan keempat ketersediaan air.

"Harga tanah tentu tidak mahal. Tersedianya infrastruktur seperti akses jalan tol, pelabuhan, bandara, jalan nasional akan menjadi pertimbangan utama. Lalu berapa harga energi sampai pintu pabrik misalnya gas atau listrik, dan ketersediaan air untuk industri baik volume maupun kualitasnya. Jika keempat syarat itu terpenuhi, baru investor asing akan masuk dan melakukan feasibility study dan proses lainnya," tandasnya.

Sementara itu, mantan Menteri ESDM Dr (HC) Ignasius Jonan dalam kesempatan itu memberikan pemaparan soal leadhership. Dia mengatakan, seorang pemimpin harus bisa mentransplantasikan visi menjadi kenyataan. Kalau tidak bisa, cukup hanya menjadi staf saja jangan menjadi seorang pemimpin.

"Seseorang kalau hanya bisa membuat visi, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Yang sulit adalah mentransplantasikan visi itu menjadi kenyataan," kata alumnus FEB Unair yang saat ini juga menjabat Komisaris PT Unilever Tbk ini.

Pada 2009, kata Jonan, dia pernah meminta anaknya yang masih kelas 6 SD untuk membuat visi kereta api. Setelah jadi, visi itu disimpan. Pada 2014, visi itu dibuka lagi. Hasilnya 60 persen visi itu telah dijalankan di kereta api sampai sekarang. 

"Artinya apa, kalau hanya membuat visi, tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Anak SD saja bisa membuatnya. Baru untuk menerapkan visi itu beda. Dibutuhkan leadhership yang mampu mentranslet menjadi realita," tandas Jonan yang dikenal berhasil melakukan transformasi saat menjabat Direktur Utama KAI (Kereta Api Indonesia) ini.