Prabowo Subianto: Saya Diejek, Difitnah dan Dihina, Jogetin Saja!

Capres Prabowo Subianto menghadiri peringatan ulang tahun ke-9 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Stadion Jatidiri Semarang, Jawa Tengah/Net
Capres Prabowo Subianto menghadiri peringatan ulang tahun ke-9 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Stadion Jatidiri Semarang, Jawa Tengah/Net

YA tak perlu baperan. Diejek dan dihina ya jogetin saja. Itu pertanda orang yang percaya diri. Sedangkan yang minder, takut kalah dan memang berkarakter lemah biasanya suka menjelek-jelekan orang lain. 

Begitulah aura yang tejadi di arena politik Indonesia akhir-akhir ini. Semua merasakan, bahkan sebagian (kecil) melakukannya. Sedangkan sebagian besar memilih diam dan menonton saja. Pada saatnya nanti mereka akan unjuk gigi di bilik suara.

Di peringatan ulang tahun ke-9 Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dibikin meriah di Stadion Jatidiri Semarang, pada Sabtu 9 Desember 2023, capres Prabowo Subianto menyampaikan pidato politiknya dengan penuh kegembiraan di hadapan sekitar 35 sampai 40 ribuan kader PSI. Tumpah ruah, jalanan jadi macet, tapi semua senang dalam acara “Dendang Sayang, PSI Menang”.  

Seperti biasanya, Prabowo menyampaikan kembali nukilan dari program politiknya yang disebut sebagai Asta Cita. Singkat cerita soal mempersiapkan SDM Unggul Indonesia. Caranya? Langsung menohok ke pokok persoalan, asupan gizi dan pencegahan stunting. Makan siang gratis dan susu bagi pelajar, Tak banyak cingcong dan tak banyak hiasan jargon.

Tapi publik juga minta supaya Prabowo jangan terlalu tegang. Ya sudah, joget gemoy! Gemoy? Apa itu gemoy? Penonton pun bergemuruh. Memang menggemaskan saat Prabowo bersama Kaesang, Grace Natalie, Raja Juli Antoni, Giring Ganesha, Isyana Bagoes Oka, Suci Mayang Sari dan Andy Budiman berjoget gemoy di panggung berbentuk logo mawar. Semua riang gembira. Asupan gizi program dapat, santai dan santuy pun dapat.

Sementara Kaesang, Ketua Umum PSI dengan ringkas (gaya milenial dan Gen-Z nggak suka yang bertele-tele) menyampaikan 9 program PSI (cocok dengan ultah PSI yang ke-9) saat nanti masuk ke Senayan (duduk di perlemen):

Pertama, mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset para koruptor. Nampaknya ini hal yang paling ditakuti oleh para koruptor. Herannya RUU ini yang enggan untuk segera disahkan oleh DPR kita selama ini. Buktinya sudah bertahun-tahun mangkrak di DPR. Tak ada pembicaraan, apalagi pembahasan di parlemen.

Semua tahu kalau koruptor itu tidak takut dipenjara. Mereka takutnya jadi miskin. Maka miskinkan saja para koruptor yang sudah terbukti menjarah uang rakyat itu. Rebut kembali uang rakyat, buat makan siang gratis dan susu bagi para pelajar.

Kedua, memastikan kebebasan beribadah tanpa diskriminasi. Hal ini jelas dan tak perlu elaborasi berkepanjangan. Ketiga, memperjuangkan pendidikan setara dan berkualitas. Keempat, memperjuangkan BPJS Gratis, ini soal jaminan kesehatan oleh negara yang dijamin konstitusi. Kelima, mempercepat kebijakan transisi energi terbarukan.

Keenam, memperjuangkan kesetaraan hak akses internet. Siapa tuh koruptor BTS? Katanya ada beberapa parpol juga terlibat. Ketujuh, pengembangan olah raga, musik dan film. Industri kreatif harus berkembang di seantero Indonesia. Kedelapan, mendorong ketahanan pangan. Kesembilan, melanjutkan dan menyempurnakan program dan kebijakan Presiden Jokowi. Tuntas.

PSI bakal berjuang di legislatif, sambil mengawasi dan bekerja bareng dengan eksekutif di pemerintahan. Supanya Indonesia Maju, generasi emas 2045 di Indonesia benar-benar bisa terwujud.

Bukan cuma bermimpi, tapi dibarengi kerja politik yang nyata. Bukan cuma lolos ke Senayan (DPR-RI), tapi PSI juga menyasar salah satu kursi wakil ketua di situ. Di level tiap daerah (DPRD provinsi dan kabupaten/kota) ada fraksi PSI yang memperjuangkan aspirasi rakyat, anti korupsi dan anti intoleransi. Demi menciptakan pemerintahan (eksekutif dan legislatif) yang bersih.

Jangan tegang, boleh sambil joget gemoy. PSI bersama Prabowo-Gibran bakal terus bekerja keras melanjutkan visi politik Jokowi. Kemandirian lewat hilirisasi di banyak bidang.

Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta