Pegiat Medsos Prihati Utami: Ucapan Gibran Tak Seindah di Lapangan

Gibran Rakabuming Raka/Repro
Gibran Rakabuming Raka/Repro

Penampilan calon wakil presiden (cawapres) 02 Gibran Rakabuming Raka saat debat cawapres masih jadi bahan pembicaraan warganet. Gibran yang kerap salah menjawab dan gagap saat ditanya warga, tiba-tiba lancar berbicara saat debat Cawapres,


Pegiat media sosial, Prihati Utami, pun ikut menyoroti. Ia mengungkap sejumlah fakta bahwa ucapan Gibran tidak seindah dengan fakta di lapangan, akun fanspage Facebook miliknya. 

“Saya sedikit tergelitik dengan perdebatan cawapres malam kemarin, rasanya di antara tiga cawapres yang tampil over good hanya Gibran Rakabuming Raka. Kok sedikit berbeda dengan saat dia dihadapkan dengan pertanyaan langsung di lapangan?” tulis Prihati Utami, pada Sabtu (23/12) lalu. 

Ia mencontohkan, saat Gibran ditanya seorang ibu-ibu, cara agar harga cabai stabil. Gibran hanya menjawab bahwa kenaikan harga cabai di akhir tahun adalah hal yang wajar, tanpa menjelaskan strateginya untuk mengendalikan harga cabai. 

Begitu juga saat berdialog bersama para santri Al-Tsaqafah, Minggu, 10 Desember 2023. Seorang santri menanyakan kiat sukses kepada Gibran. Putra presiden ini pun menjawab dengan jawaban singkat, untuk menjadi orang sukses cukup dengan belajar dan patuh kepada kiai. 

“Ah mungkin saja itu hanya perasaan saya, begitu juga penilaian publik di luar sana. Tapi ternyata saking fokusnya publik dengan narasi yang lancar dikeluarkan Gibran, ada rekam jejak yang belum diperlihatkan ke publik,” katanya. 

Padahal, menurutnya ada banyak rekam jejak yang menunjukan Gibran tidak bisa menjawab persoalan di kota tempat dia memimpin saat ini. Misalnya, saat Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS) Solo menyuarakan keresahan warga Gilingan terkait penyediaan sanitasi dan air bersih yang seringkali tercemar tinja.

“Coba kita kroscek ulang mulai dari pembicaraan tentang sanitasi. Selama menjabat di Solo dia banyak dikeroyok massa karena mempertanyakan persoalan sanitasi, misal dari mahasiswa UNS yang menyinggung sanitasi di Kampung Gilingan sampai tercemarnya air bersih di bantaran sungai Bengawan Solo,” tulisnya. 

Ia juga menyingung jawaban Gibran saat debat terkait keberlanjutan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang faktanya hingga November masih sepi investor. Prof Mahfud yang menjadi lawan debatnya, sejatinya juga tahu karena juga menjadi bagian dari pemerintah. 

“Tapi dengan dengan penuh arogansi Gibran malah menyuruhnya googling. Woah, Gibran memang si paling pintar dan…. Cerdik,” katanya. 

Gibran pada saat itu menyebut ada dua investor yang sudah berinvestasi di IKN yakni Mayapada dan Agung Sedayu. Padahal, dua perusahaan taipan tersebut juga menjadi sponsor pemenangan Prabowo-Gibran. 

“Kok bisa disebut investor IKN? Artinya Gibran sedang endorse dong di panggung debat? Saya rasa ada harga tinggi yang ditawarkan di balik pengendorse-an dua perusahaan besar itu, karena levelnya tinggi bisa sampai ke panggung debat,” katanya.  

Ketidakselarasan lain juga, saat Gibran membahas proyek strategis nasional (PSN) yang berjalan masif di Solo. Gibran menyebut PSN itu sudah merata ke seluruh daerah di Indonesia. 

“Nyatanya berdasarkan data, diantara kota-kota lain Solo paling tinggi mendapat gelontoran PSN dari pusat. Dia juga menceritakan soal masjid Syekh Zayed yang menguntungkan Solo. Ya kalau bukan Presiden Jokowi apa bisa masjid megah itu berdiri di Solo? Itu hanya pertanyaan simple saja dari fakta yang ada,” paparnya. 

Prihati Utami juga menyoroti ketika Gibran membahas soal e-commerce, sementara faktanya banyak perusahaanya bangkrut. Misalnya aplikasi Madhang yang kini akhirnya tutup, dan menyebabkan kerugian terhadap penggunanya.

“Lalu kalau sudah ada banyak jenis e-commerce yang dibentuknya dan tumbang begitu saja, apa layak dipamerkan ke publik?,” jelasnya. 

Dia mengatakan, memang ada sebagian orang yang memuji penampilan anak sulung presiden itu. Kecakapannya dalam merangkai kata, cukup membuat publik terpukau. Namun, yang terpenting menurutnya justru kebenaran isi atau pernyataan yang diucapkan dan hal itu harus dibuktikan.

“Kalau fakta di lapangan saja rasanya tidak semanis yang dilontarkan calon pemimpinnya, bagaimana bisa kepercayaan itu tumbuh untuk membawa Indonesia menuju masa keemasannya?,” jelasnya. 

Menurutnya, publik harus jeli dengan yang sudah disampaikan para kontestan. Jangan sampai publik termakan oleh hoax, karena yang diucapkan melenceng jauh dari fakta di lapangan.

Sebab, menurutnya pemimpin yang baik adalah pemimpin yang jujur dan berjalan pada relnya, selaras dengan pikiran, perkataan dan perbuatan. Moment debat menjadi pembuktian untuk mencari pemimpin ideal, yang bisa melanjutkan yang baik dan memperbaiki yang kurang baik. 

“Tentunya demi bangsa dan negara bukan demi keluarga dan kekuasaannya,” imbuhnya. 

Sejak diunggah, opini berjudul ‘Ucapan Gibran Tak Seindah Di Lapangan’ itu telah dibagikan lebih dari 145 kali, dan dikomentari lebih dari 3.600 komentar.