Pemkot Surabaya Pecat Tenaga Kontrak Dispendukcapil Pelaku Pungli

R Rachmad Basari/RMOLJatim
R Rachmad Basari/RMOLJatim

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memastikan kasus pungutan liar (Pungli) yang dilakukan pegawai outsourcing (OS) Dispendukcapil telah selesai.


Hal ini dikarenakan pelaku pungli yang merupakan pegawai kontrak tersebut secara resmi telah dipecat.

Apalagi sebelumnya berkas pungli tersebut sudah dikembalikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak kepada Dispendukcapil Surabaya.

Pengembalian itu lantaran dalam pengusutannya tidak ditemukan keterlibatan pihak lain terutama ASN.

Sehingga kasus tersebut merupakan murni tindak pidana umum (Pidum) bukan tindak pidana khusus (Pidsus).

"Sudah selesai, OS dilereni, diberhentikan, kontraknya tidak terkait dengan Undang - undang ASN. Artinya kan kontraknya berkontrak dengan dinasnya sendiri," kata Kepala Inspektorat Kota Surabaya, R Rachmad Basari pada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (19/3).

Kendati demikian, kasus tersebut dapat dibuka kembali, bila pelapor yang merasa dirugikan dalam kasus pungli itu melaporkannya ke kepolisian.

"Kalau memang ada unsur pidananya, ada yang dirugikan, mengajukan aja kerugiannya," pungkas Basari. 

Sebelumnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak secara resmi menghentikan penyelidikan kasus Pungli yang dilakukan pegawai OS Pemkot Surabaya.

"Kasus dikembalikan ke Dispendukcapil Pemkot Surabaya, sekitar dua bulan lalu melalui surat," kata Kasi Pidsus Kejari Tanjung Perak, Ananto Tri Sudibdo pada Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (11/5/2023) lalu.

Menurut Ananto, pengembalian berkas tersebut kepada pelapor yakni Dispendukcapil lantaran kasus tersebut dianggap tidak adanya suatu tindakan melakukan tindak pidana korupsi melainkan hanya perkara pidana umum.

"Pada prinsipnya berdasarkan hasil pemeriksaan, maka berpendapat bila informasi yang dilaporkan tidak terindikasi korupsi tapi penipuan," jelas Ananto.

Selain pengembalian berkas laporan, lanjut Ananto, pihaknya juga memberikan saran dan pendapat kepada jajaran OPD di lingkungan Pemkot Surabaya.

Saran tersebut agar supaya Pemkot Surabaya membuat aturan yang jelas bagi setiap OPD dalam rekrutmen tenaga kontrak atau Outsourcing.

"Kami rekomendasikan ke Pemkot Surabaya untuk membuat regulasi rekrutmen yang berlaku di seluruh OPD. Harusnya sama tolak ukurnya. PU bagaimana, dinas lainnya juga bagaimana," ungkapnya.

Dalam pemeriksaan kasus tersebut, menurut Ananto telah ditemukan adanya dua korban yang merasa dirugikan oleh oknum tenaga kontrak yang berdinas di Dispendukcapil Pemkot Surabaya tersebut.

Kedua korban tersebut mengaku dijanjikan pekerjaan dengan membayar puluhan juta rupiah.

"Ditipu Rp20 juta, korbannya 2 orang oleh tenaga Outsourcing Dispendukcapil Surabaya," pungkasnya.

Seperti diberitakan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi juga meminta Korps Adhyaksa di jalan Kemayoran Baru untuk menangani kasus pungutan liar (pungli) yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot).

Kasus yang akan ditangani Kejari Tanjung Perak ini cukup berbeda sebab kasus ini bukan dilakukan aparatur sipil negara (ASN). 

Tetapi pungli yang ada di kawasan Perak ini dilakukan oleh pekerja outsourcing.

"Rencana masuk wilayah Kejaksaan Negeri  Tanjung Perak. Kalau yang ini menjanjikan pekerjaan, tapi dia masih outsourcing juga. Outsourcing-nya mendem, yang mau dimasukkan juga mendem. Jadi ini masuk Kejaksaan Negeri Tanjung Perak, mungkin laporannya besok (hari ini)," kata Wali Kota Eri dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (1/2).

Nah, untuk memperlancar prosesnya, mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya ini juga melakukan komunikasi dengan pimpinan Korps Adhyaksa di wilayah tersebut.

"Saya sudah telepon Pak Kajari, jadi besok (hari ini) akan ditindaklanjuti dan laporannya dimasukkan oleh OPD," jelasnya.

Menurut Wali Kota Eri, modus yang dilakukan pekerja kontrak Pemkot Surabaya dengan mempermudah menjadi outsourcing dengan memberikan uang puluhan juta rupiah.

"Kejadian pungli itu sebenarnya sudah lama, sekitar tahun 2020 atau 2021. Pungli itu dilaporkan karena pelaku sudah menerima uang dan korban tidak menjadi outsourcing, sehingga dianggap penipuan," pungkasnya.