Kenaikan PPN 12 Persen akan Membuat Pengusaha Angkutan Penyeberangan Makin Merana 

Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto/Ist
Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto/Ist

Gabungan pengusaha angkutan penyeberangan menolak wacana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 


Hal ini disampaikan Kepala Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), Rachmatika Ardiyanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Senin (25/11).

Menurut Rachmat, wacana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12% pada awal tahun 2025 justru semakin menambah berat beban usaha angkutan penyeberangan.

"Dalam kurun waktu tersebut hingga saat ini telah terjadi banyak kenaikan biaya. Apalagi jika harus menghadapi kenaikan PPN 12% tahun depan," kata Rachmat.

Ia menegaskan, bahwa dengan kondisi saat ini saja, tarif yang diterapkan masih kurang 31,8% dibandingkan dengan perhitungan biaya pokok yang sudah dihitung bersama antara Kementerian Perhubungan RI, PT ASDP, Gapasdap, Asuransi baik Jasa Raharja maupun Jasa Raharja Putera dan juga perwakilan konsumen, serta perhitungan tersebut telah diketahui oleh Kemenko Marvest pada 2019.

Kenaikan tersebut, lanjutnya, disinyalir akan menimbulkan multiplayer efek kenaikan biaya-biaya lainnya. Seperti kenaikan gaji karyawan karena meningkatnya biaya hidup, kenaikan biaya pengedokan, biaya spare part dan lainnya yang semua itu dalam pembeliannya dikenakan PPN.

"Saat ini saja untuk tarif yang berlaku masih belum sesuai dengan perhitungan tarif," tandasnya.

Namun demikian, sambungnya, jika memang tarif penyeberangan belum bisa disesuaikan, maka, pengusaha angkutan penyeberangan meminta kompensasi berupa pengurangan biaya-biaya kepelabuhanan sebagaimana pengurangan beban biaya yang telah diberlakukan bagi angkutan udara.

"Kita lihat seperti yang dilakukan pemerintah saat ini kepada angkutan udara, yang notabene adalah segmentasi pasarnya kelas atas. Sedangkan angkutan penyeberangan adalah kelas bawah," ungkapnya.

Pengurangan biaya kepelabuhan atau PNBP tersebut dikatakan Rachmat sangat diperlukan guna menjaga kelangsungan pelayanan angkutan penyeberangan baik dari sisi keselamatan maupun kenyamanan di saat tarif belum sesuai dengan perhitungan biaya, sementara  untuk biaya operasional kapal terus mengalami peningkatan.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news