Ancam Demo- Masyarakat Perhutanan Sosial Tagih Janji Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diwarning keras agar tidak hanya mengobral janji manis jelang Pemilu kemarin terkait program pehutanan sosial di Jawa khususnya.


Trijanto membeberkan sebuah fakta menarik, selama ini perhutanan sosial macet alias jalan di tempat.

"Faktanya, sebelum Pemilu hujan sertifikat dan bagi-bagi SK. Setelah Pemilu program perhutanan sosial malah macet alias jalan di tempat. Banyak pengajuan kelompok tani hutan di Jawa melalui skema Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) mangkrak di meja Dirjen PSKL di KLHK,” urai Trijanto.

Sebelumnya pernyataan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam media menyebutkan capaian Reforma Agraria Jokowi hanya (0) hektar. Trijanto menyampaikan informasi pembanding agar menjadi terang dan objektif.

Disebutkan, Reforma Agraria pemerintahan Jokowi diterjemahkan dalam beberapa program operasional.

Pertama, program pendaftaran tanah melalui sertifikasi (bagi-bagi sertifikat) dalam rangka menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum sebagai pelaksanaan dari kewajiban pendaftaran tanah, sebagaimana UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

"Ini adalah program harian kementerian agraria, sekarang dinamakan PTSL, sebelumnya disebut Prona,” kata Trijanto.

Kedua, redistribusi lahan. Redistribusi lahan bersumber dari 2 sumber yaitu tanah non hutan di bawah kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR) dan tanah kawasan hutan di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Trijanto menyebut target redistribusi tanah non hutan dalam RPJMN adalah seluas 4,5 juta hektar, terdiri dari 400.000 hektar tanah terlantar, HGU habis, penyelesaian konflik. Selanjutnya 4,1 berasal dari tindaklanjut pelepasan kawasan hutan dari KLHK kemudian diserahkan dan ditindaklanjuti oleh ATR.

Menurutnya, pada tahun-tahun pertama Pemerintahan Jokowi, terdistribusi lahan eks HGU terlantar dan penyelesaian konflik kurang lebih 1000 hektar.

Redistribusi eks HGU dilaksanakan seperti di Badega, Garut, wilayah konflik lama sejak masa Orba baru selesai di masa Jokowi. Redistribusi juga dilaksanakan pada lokasi eks HGU terlantar PT Tratak, Batang yang diadvokasi oleh Omah Tani Batang.

Hal yang sama sebentar lagi juga akan dilaksanakan di lahan eks HGU terlantar, Pemalang, petani didampingi Yayasan Mitra Desaku Mandiri.

ATR sendiri merilis setidaknya telah meredistribusi 215.867 hektar eks HGU. Data dapat dikonfirmasi kembali kepada ATR.

"Namun demikian, kami memberikan catatan bahwa sebenarnya lahan terlantar di Indonesia pada tahun 2012, di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kepala BPN sebenarnya telah menginventarisasi tanah terlantar dari HGU, HGB, Hak Pakai dan ijin-ijin lokasi seluas 4,8 juta. Pertanyaannya, mengapa dalam RPJMN 2015 hanya ditargetkan 400.000 hektar, bagaimana sisa lahan yang inventarisasi sebelumnya yaitu seluas 4,4 juta hektar? ATR harus bersikap transparan kepada Presiden dan masyarakat terhadap data tersebut,” sebut Trijanto.

Sekedar diketahui, target redistribusi dari sumber tanah kawasan hutan seluas 4,5 juta hektar capaian KLHK, yakni mantan Dirjen Planologi dan Tata Lingkungan KLHK tahun 2016-2017, Profesor San Afri Awang menyampaikan telah melepaskan seluas 707.000 hektar melalui tata batas kawasan. Seharusnya KLHK telah menyampaikan kepada ATR dan Pemerintah Daerah agar ditindaklanjuti dengan sertifikasi lahan tersebut.

Sementara sisanya masuk tahap inventarisasi dan verifikasi seluas 993.199 hektar, serta non inventarisasi dan verifikasi berupa fresh land dan karenanya perlu didiskusikan lebih lanjut untuk masuk dalam kriteria tanah objek Reforma Agraria atau bukan yaitu seluas 1,4 juta hektar.

Ditambahkan Trijanto, pihaknya mencatat bahwa komunikasi antara KLHK dengan ATR tidak berjalan baik sehingga capaian-capaian tersebut belum ditindaklanjuti secara konkrit.

"Memang patut dihargai upaya Presiden melalui Menteri LHK mengatasi persoalan tenurial di kawasan hutan negara yang kondisi ekologinya kritis. Namun tidak mungkin untuk dilepaskan dari statusnya atau bahasa sederhananya tidak mungkin diredistribusikan dalam bentuk sertifikat lahan,” lanjutnya.

Apalagi redistribusi dilakukan di hutan negara di Jawa yang selama ini dikelola Perum Perhutani. Kawasan hutan negara di Jawa, kata Trjanto, dalam kondisi kritis secara ekologi, terdeforestasi dan terdegrasi, terbuka atau gundul bertahun-tahun sekitar 1,127 juta hektar (hampir setengah kawasan hutan negara di Jawa).

"Dalam batasan UU tidak dapat dilepaskan serta batasan ekologi, pelepasan kawasan hutan negara di Jawa tidak menjamin pemulihan ekologi yang kritis,” tandasnya.

Terobosan Presiden tersebut adalah kebijakan perhutanan sosial skema IPHPS kepada petani penggarap di dalam dan sekitar hutan selama 35 tahun dengan pendampingan intensif oleh para pendamping lapangan.

Karena itu Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial memandang perhutanan sosial IPHPS adalah Reforma Agraria di kawasan hutan negara di Jawa sangat penting.

"Negara telah memberikan akses legal kepada petani yang sebelumnya dianggap ilegal memanfaatkan hutan, sekaligus memberikan pendampingan agar petani dapat memulihkan hutan (ekologi) dan mendapatkan manfaat secara ekonomi,” imbuh Trijanto yang juga Pokja Perhutanan Sosial Nasional di bawah naungan KLHK.

Selama ini Gema PS telah mendampingi petani perhutanan di lebih dari 22 kabupaten. SK IPHPS yang telah diterbitkan bagi petani anggota Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia mencapai hampir 20.000 hektar setara dengan hampir 20.000 KK penerima SK.

Trijanto mencontohkan, saat ini petani penerima SK IPHPS telah dapat mengakses program bantuan benih tanaman pangan seperti jagung (sebelumnya puluhan tahun mereka tak pernah dapat akses bantuan benih), bantuan kebun bibit rakyat untuk bibit tanaman kayu dan buah-buahan, bantuan alat ekonomi produksi untuk peningkatan hasil olahan tani, bantuan ternak, akses kredit perbankan, akses pembiayaan pembangunan hutan (BLU P2H), dan lain-lain.

"Mereka juga akan dan telah menjalin kerjasama usaha dengan sektor usaha/swasta untuk industri kayu dan olahan produk tani lainnya. Ke depan kami optimis dapat membangun sektor industri perkayuan, industri pangan, pakan, wisata dan lain-lain. Rakyat akan makmur dan hutan akan kembali subur,” ujarnya.

Gema PS mendukung sepenuhnya program Jokowi memberikan perhutanan sosial dengan skema IPHPS dan meminta percepatan pencapaian perhutanan sosial.

"Pada Oktober mendatang, puluhan ribu petani perhutanan sosial akan turun ke Jakarta untuk menuntut komitmen Presiden terhadap percepatan perhutanan sosial,” tutupnya.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news