- Aneka Dinamika Sejarah Awal Dunia Islam
- Alhambra, Istana Indah Menakjubkan
- Beranilah Berpendapat Imbang Sejak Dalam Pikiran
SALAH satu aib besar Eropa adalah melahirkan semangat antisemitisme. Semangat yang awalnya anti Yahudi. Bagi orang-orang Eropa pada abad ke-9 sampai ke-12, Yahudi dianggap ajaran sesat dan orang-orang Yahudi berada dalam kesesatan. Anggapan ini bertahan selama berabad-abad. Saat itu, kebanyakan Yahudi menetap di bagian utara Prancis, Jerman dan Inggris. Mereka disebut Ashkenaz. Bahkan, bagi orang Eropa kala itu, Yahudi bukan dianggap sebagai bagian dari identitas budaya Eropa.
Ketika pecah Perang Salib dan orang-orang Eropa mulai menginvasi wilayah Mediterania, masuk ke kawasan Timur-Tengah, Peter the Venerated, kepala biara Cluny, berkeluh kesah kepada Louis VII, Raja Prancis, pada tahun 1146. Kata Peter, pasukan Salib bersenjata lengkap untuk menghadapi umat Muslim itu sama sekali tidak ada gunanya, jika orang-orang Yahudi, masih "tepat di tengah-tengah Eropa". Peter menuding Yahudi telah menghujat, melecehkan, dan menginjak-injak Kristus dan sakramen-sakramen Kristen dengan begitu bebas dan kurang ajar serta tanpa hukuman.
Tuduhan itu, menurut Ivan Marcus – gurubesar sejarah Yahudi di Universitas Yale, merupakan fakta hubungan buruk antara orang Yahudi dan non-Yahudi di Eropa abad pertengahan. Kecurigaan merebak dimana-mana terhadap Yahudi, dan itu menjadi tantangan bagi Yahudi di tengah kehidupan masyarakat non-Yahudi Eropa yang lalu melahirkan pandangan anti Yahudi. Bagi orang-orang Eropa, kebiasaan serta budaya Yahudi bukan bagian dari Eropa. Penulis buku ini menyodorkan bukti-bukti sejarah bagaimana elit-elit penguasa Eropa mencurigai Yahudi sebagai penghisap semua kebutuhan masyarakat.
Saat gerakan reformasi bergulir, di mana para paus mencoba menegaskan kembali supremasi atas masyarakat Kristen Eropa dan kaisar serta raja-raja, menurut Marcus, lalu menghasilkan serangkaian Perang Salib untuk menyelamatkan Yerusalem dan orang-orang Kristen Bizantium dari kaum Muslim Seljuk Turki. Semangat keagamaan Eropa menjadi alasan untuk menyerang anggota komunitas Yahudi yang relatif baru di Eropa Utara, banyak diantaranya telah menjalin hubungan bisnis yang erat dengan orang-orang Kristen tetapi lantas orang-orang Yahudi semakin dianggap sebagai keturunan para pembunuh Kristus.
Penulis buku ini mencatat, tatakala diserang oleh Tentara Salib dalam perjalanan mereka ke Timur Tengah, orang-orang Yahudi terkadang membalas lewat perlawanan bersenjata. Di Mainz, Jerman, "mereka mengenakan baju zirah dan senjata perang, baik orang dewasa maupun anak-anak," dengan Rabi Qalonymos "di depan mereka". Beberapa orang Yahudi dilaporkan bunuh diri dan membunuh anak-anak mereka sendiri daripada mereka harus pindah agama. Ketika mereka meminta Tuhan untuk membalaskan dendam mereka, para penulis kronik sejarah Yahudi Eropa melontarkan hinaan yang ditujukan pada tempat suci Kristen, dengan meneriakkan "Dengarlah, hai Israel," sebuah penegasan kesetiaan orang Yahudi. Kala itu, pada abad pertengahan, beberapa orang Yahudi dilaporkan meludahi, mengencingi, atau menginjak-injak salib.
Dalam sembilan bab buku ini, Ivan Marcus, sang penulis, menyebut juga bahwa pada akhir abad ke-13 dan ke-14, orang-orang Yahudi diusir dari banyak negara Eropa. Pengusiran dilakukan oleh otoritas temporal, bukan otoritas gerejawi, dan berlangsung di tengah meningkatnya penentangan terhadap riba, Marcus berpendapat bahwa pengusiran komunitas Yahudi dari negara-negara Eropa paling baik dipahami sebagai "upaya untuk melindungi masyarakat Kristen yang ideal dari pengaruh Yahudi yang dianggap berbahaya."
Orang-orang Yahudi abad pertengahan, tulis Marcus, “membenci agama Kristen karena dianggap sebagai penyembahan berhala, tetapi orang-orang Yahudi itu berbisnis dengan mereka,” dan sering kali mengenakan biaya atau bunga yang sangat mahal. Pada tahun 1290, setelah pengusiran orang-orang Yahudi dari Inggris, misalnya, Ratu Eleanor mengambil alih dan menagih pinjaman orang-orang Yahudi yang belum lunas.
Penulis buku ini menegaskan bahwa antisemitisme (atau anti Yahudi) abad pertengahan turut menciptakan dan melegitimasi rasisme modern. Umat Kristen abad pertengahan membenci orang Yahudi karena mereka (Yahudi) bersikeras bahwa mereka adalah "bangsa pilihan" dan menolak untuk tunduk atau patuh pada agama Kristen. Selama Perang Salib, umat Kristen menyimpulkan bahwa orang Yahudi adalah "musuh batin". Dan mereka mulai percaya bahwa identitas Yahudi tidak dapat diubah dan kebal terhadap perubahan agama.
Jika antisemitisme Kristen terutama berkaitan dengan Yudaisme dan bukan Yahudi, tulis Marcus, "sekularisme modern mungkin telah mengakhirinya. Namun, ternyata sebaliknya, hal itu malah menjadi lebih buruk." Di Eropa dan Amerika Serikat pada abad ke-19 dan ke-20, ketika orang Yahudi menjadi sukses dan berasimilasi ke dalam mayoritas Kristen yang dominan, kelompok rasis supremasi kulit putih menyerang orang-orang Yahudi ini. Kaum Yahudi dianggap sebagai musuh dalam selimut, minoritas ras permanen yang perlu dikekang, diusir, atau dihilangkan.
Di akhir buku, penulis menandaskan bahwa antisemitisme sebagai budaya, gaya hidup maupun ideologi, kini telah berkembang bukan saja ditujukan pada Yahudi. Namun, juga diarahkan pada masyarakat di Timur-Tengah. Ironinya, antisemitisme itu pula yang merasuki para Yahudi pendatang ke Timur-Tengah untuk mencaplok tanah-tanah di sana lalu mereka mendirikan negara.
Periset dari Surabaya
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Aneka Dinamika Sejarah Awal Dunia Islam
- Alhambra, Istana Indah Menakjubkan
- Beranilah Berpendapat Imbang Sejak Dalam Pikiran