Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengharapkan agar Presidential Threshold 0 persen bukan tanpa alasan. Salah satu yang mendasarinya ialah banyaknya keluhan kepala daerah dan anggota legislatif lantaran besarnya biaya Pilkada yang harus dikeluarkan.
- MK Hapus Presidential Threshold, Jokowi Tak Bisa Kendalikan Pilpres 2029
- PT 20 Persen Dihapus Tak Jamin Oligarki Berhenti Bermain
- Politik Dinasti dan Oligarki Berakhir Usai Presidential Threshold Dihapus
Hal ini, sambung Firli menjadi faktor utama yang menjadi pemicu seorang kepala daerah maupun anggota legislatif melakukan korupsi, agar modal yang telah dikeluarkan untuk pencalonan bisa kembali. Sama seperti mencalonkan Presiden, setiap kepala daerah wajib diusung oleh partai politik yang sedikitnya memiliki 20 persen kursi di DPRD.
Keluhan-keluhan kepala daerah maupun anggota legislatif itu disampaikan saat Firli melakukan kunjungan ke berbagai daerah dalam rangkaian kegiatan rapat koordinasi (rakor) bersama Forkopimda dan APH maupun kegiatan sosialisasi pendidikan antikorupsi yang memang digalakan oleh KPK lewat program Trisula pemberantasan korupsi.
“Semua para kepala daerah mengeluhkan besarnya biaya Pilkada, anggota legislatif juga mengatakan mahal. Sehingga banyak yang melakukan korupsi,” kata Firli menjelaskan maksudnya agar PT 0 persen dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (12/12).
Firli miris, ketika di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tempatnya dilahirkan saat ini tidak ada Bupati definitif, lantaran Bupati Kuryana Azis meninggal dunia, namun tak bisa digantikan oleh Wakil Bupatinya Johan Anuar yang divonis delapan tahun penjara akibat melakukan tindak pidana korupsi.
“Sekarang ribut karena tidak ada kesepakatan sembilan parpol untuk mengajukan calon Bupati sehingga sampai sekarang tidak ada Bupati definitif. Kenapa ini terjadi, karena politik transaksional,” ungkap Firli.
Begitu juga, sambung Firli, di Kabupaten Muara Enim, dimana Bupati Muara Enim Ahmad Yani lebih dulu dicopot dari jabatannya setelah divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang atas kasus suap proyek pembangunan jalan yang merugikan negara Rp130 miliar.
Juarsah, Wakil Bupati Muara Enim kemudian dilantik sebagai Bupati Muara Enim menggantikan Yani. Namun, ia ikut ditahan KPK terkait kasus suap fee proyek yang sama di masa dirinya menjabat sebagai Wakil Bupati.
“Bahkan saat ini anggota DPRD Kabupaten Muara Enim 10 orang berperkara korupsi ditangani KPK,” imbuh Firli miris.
Disisi lain, harapannya agar Preshold 0 persen lantaran komandan pemberantasan korupsi itu hanya ingin Indonesia mampu mewujudkan seluruh tujuan nasionalnya. Oleh karena itu, Firli menegaskan, tidak ada hal lain selain membersihkan negara dari praktik-praktik korupsi.
“Sekarang saya mengajak untuk menyatakan bahwa korupsi adalah musuh bersama (common enemy) sama dengan Covid-19. Untuk itu mari kita bersama-sama berantas korupsi dengan orkestrasi dipimpin Presiden RI,” tandas Firli.
Saat berbincang mengenai pelaksanaan Hari Korupsi Dunia (Hakordia) 2021 dengan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, Kamis malam (9/12), Firli Bahuri menyampaikan pandangan mengenai cara mendapat pemimpin berkualitas.
Katanya, pemimpin berkualitas bisa didapat jika tidak ada lagi pilkada, pileg, dan pilpres yang membutuhkan ongkos politik yang mahal. Sebab hanya dengan begitu pemimpin yang terpilih tidak tersandera kepentingan pihak lain.
“Selama ini (syarat untuk menjadi pejabat publik) harus ada popularitas, elektabilitas, kapasitas, lalu isi tas. Sekarang dibalik. Isi tas duluan, baru yang lain-lain,” ujarnya.
“Kita ingin pilkada, pileg, pilpres, nol threshold-nya. Tidak boleh ada. Bukan hanya threshold yang nol persen, biaya politik juga harus nol rupiah,” sambung Firli.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Terungkap! Hasto Garansi Harun Masiku Gantikan Riezky Aprilia
- Mantan Terpidana Kasus Korupsi Impor Daging Diduga Kembali Bermain di Kuota Impor Ikan
- KPK Pastikan Periksa LaNyalla di Kasus Korupsi Dana Hibah Jatim