Para buruh akan menggelar aksi akbar pada 10 Agustus 2022 mendatang. Namun, terendus adanya upaya pembusukan dari sejumlah pihak bahwa aksi tersebut gerakan politik.
- Jumhur: Kalau Buruh Tidak Punya Upah Cukup, Daya Beli Bisa Turun
- Soal Perppu 2/2022 Ciptaker Menjadi UU, Jumhur Hidayat: MK Seperti Jilat Ludah Sendiri
- Pemerintah Dianggap Lakukan Legalisasi Kejahatan Terkait Pemutihan Lahan Sawit di Kawasan Hutan
Demikian diungkapkan Koordinator Aliansi Aksi Sejuta Buruh Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja, M. Jumhur Hidayat melalui video yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (7/8).
“Kita betul-betul sadar bahwa tidak sedikit upaya-upaya dari berbagai kelompok pendukung Undang-undang omnibus law ini mengisukan dan mengabarkan berita bohong kepada banyak pihak khususnya kepada setiap pimpinan serikat buruh di berbagai jenjang bahwa gerakan aliansi kita ini adalah gerakan politik,” kata Jumhur.
Upaya tersebut, kata Jumhur ialah bertujuan agar memecah belah soliditas para buruh sehingga mengurungkan niatnya untuk ikut aksi menuntut agar pemerintah mencabut Undang-undang omnibus law yang menyengsarakan rakyat ini.
“Terkait dengan kabar-kabar seperti itu, saya selaku koordinator aliansi menegaskan bahwa aksi ini bukanlah gerakan politik, bukanlah gerakan untuk mendukung-dukung atau menjatuh-jatuhkan kekuasaan. Tidak pula ditunggangi atau disponsori oleh salah satu partai politik. Ini adalah murni aksi buruh,” tegas Jumhur.
Jumhur mengingatkan bahwa dengan berlakunya Undang-undang omnibus law membuat kehidupan buruh semakin sulit karena adanya penurunan standar kesejahteraan baik dari sisi upah maupun pesangon, ketidakpastian dalam bekerja akibat ancaman PHK yang begitu mudah yang digantikan dengan kerja kontrak atau sistem outsourcing, serta mudahnya tenaga kerja asing (TKA) masuk bekerja di Indonesia dengan mengambil hak dari para calon pekerja Indonesia yang saat ini masih dihantui pengangguran.
“Setelah hampir 2 tahun berlaku, UU Omnibus Law ini sudah banyak memakan korban tidak saja kepada buruh-buruh yang sering kita sebut buruh kerah biru, tetapi juga pekerja kerah putih bahkan yang upahnya puluhan juta rupiah yang dirasakan saat mereka pensiun atau di PHK, karena mereka tetaplah buruh/pekerja bukan pemilik modal,” tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kondisi Ekonomi yang Tidak Menentu dan Biaya Wisuda: Beban Tambahan bagi Masyarakat Menjelang Lebaran
- Sumardi Dorong OPD Pemprov Jatim Maksimalkan Pelayanan Meski Ada Efisiensi Anggaran
- SBMR Madiun Desak Hakim Pengawas, Perintahkan PT KMBS Bayar Upah Ratusan Buruh