Jurnalis Punya Tanggung Jawab Perangi Hoax

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera, mengatakan, jurnalis yang memiliki tanggung jawab dalam memerangi hoax.


Barung menegaskan, selama ini pihaknya tidak pernah menjerat jurnalis dengan UU ITE, namun dengan UU Pers.

"Dalam melakukan penyelidikan kami selalu meminta pendapat PWI, Dewan Pers. Kalau ada hak Polda selaku badan publik, maka akan menyampaikan hak jawab ke dewan pers dan media,” katanya.

Senada juga diutarakan oleh  Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim,Didik Farkhan Alisyahdi. Menurutnya yang juga pernah bekerja sebagai wartawan ini, seorang wartawan harus memenuhi beberapa kriteria.

"Seperti halnya jaksa, kan jelas harus S1 (sarjana) hukum dan menempuh pendidikan sebagai jaksa,” terangnya.

Juga tentang perusahaan pers tersebut juga harus jelas, misalnya harus berbadan hukum resmi.

"Berbadan hukum seperti PT, atau bisa juga yayasan. Kalau perusahaannya tidak seperti itu, apakah bisa wartawannya dianggap jurnalis,” jelasnya.

Sementara Machmud Suhermono, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI berharap agar tidak ada lagi jurnalis yang berurusan dengan hukum akibat pemberitaan. Untuk menghindari hal itu, Machmud mewanti-wanti agar para wartawan bekerja sesuai kode etik jurnalis.

Senada dengan narasumber lainya, Abdul Malik, Ketua Dewan Kehormatan DPP IPHI mengaku sangat dekat dengan kalangan wartawan di Surabaya. Pasalnya, sebagai advokat dirinya juga sangat diuntungkan oleh wartawan.

"Sebagai advokat seperti saya, wartawan itu sangat membantu, misalnya bisa membantu advokat terkenal. Apalagi saat kita berperkara, kami sangat membutuhkan wartawan. Makanya antara advokat dan wartawan ini sama-sama saling membutuhkan,” ungkapnya.

Seminar yang dihadiri sekitar 100 wartawan se-Surabaya ini diakhiri dengan penyerahan cinderamata dan souvenir bagi para narasumber. Berbagai wartawan dari media massa di Surabaya turut hadir dalam seminar yang berlangsung sekitar dua jam ini.[bdp

ikuti terus update berita rmoljatim di google news