Kematian Massal Ikan di Kali Surabaya, Cermin Buruknya Tata Kelola dan Pengawasan Sungai

Teks foto: Warga menangkap ikan mati yang sudah mengambang/ist
Teks foto: Warga menangkap ikan mati yang sudah mengambang/ist

Ribuan ikan ditemukan mati mengambang di aliran Kali Surabaya yang melintasi Desa Wringinanom, Kabupaten Gresik, sejak Senin 19 Mei 2025 lalu. 


Kejadian ini menandai babak baru dalam krisis ekologis di kawasan hilir Sungai Brantas, yang menjadi salah satu sumber air baku utama bagi jutaan warga Surabaya dan sekitarnya.

Tim Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) yang terjun ke lokasi segera melakukan pengukuran kualitas air dan investigasi lapangan. 

Temuan awal menunjukkan bahwa kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) hanya mencapai 0,1 mg/L, jauh di bawah ambang batas berdasarkan PP 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada lampiran VI untuk Baku Mutu Air Sungai Kelas 2 yaitu 4 mg/L.

Ikan-ikan yang ditemukan mati didominasi oleh spesies lokal yang biasa ditemukan di Kali Surabaya, yaitu Rengkik, Keting, Bader putih, Bader Merah. 

Seluruh spesies ini merupakan indikator kesehatan ekosistem sungai. Matinya ikan-ikan ini menunjukkan bahwa sungai sudah tidak mampu lagi menopang kehidupan akuatik akibat pencemaran yang parah.

Kualitas Air Memburuk, Sungai Kehilangan Fungsi Ekologis

Kadar oksigen terlarut sebesar 0,1 mg/L merupakan indikasi bahwa air di sungai nyaris tidak mendukung respirasi biota air. 

Kondisi ini dapat disebabkan oleh tingginya beban pencemaran bahan organik, limbah industri, serta pengurangan tutupan vegetasi yang berfungsi menjaga suhu dan kualitas air.

“Kematian ikan dalam skala besar adalah alarm keras yang tidak boleh diabaikan. Ini bukan sekadar fenomena ekologis, tapi juga krisis kesehatan masyarakat dan degradasi sumber daya air,” kata Peneliti ECOTON, Alaika Rahmatullah dalam rilis yang diterima RMOLJatim, Selasa 20 Mei 2025.

Tata Kelola dan Pengawasan yang Lemah

Insiden ini menyoroti buruknya tata kelola sungai dan lemahnya sistem pengawasan lingkungan. ECOTON mencatat beberapa persoalan struktural yang memperparah situasi:

- Minimnya penegakan hukum terhadap industri pencemar. Banyak pabrik yang membuang limbah cair langsung ke sungai tanpa pengolahan memadai.

- ⁠Kurangnya transparansi data kualitas air. Masyarakat tidak memiliki akses real-time terhadap kondisi sungai.

- ⁠Pengawasan yang terfragmentasi antar lembaga. Kewenangan antara pemerintah daerah, DLH, dan BBWS kerap tumpang tindih tanpa koordinasi yang efektif.

- ⁠Minimnya pemantauan partisipatif. Pelibatan komunitas lokal dan warga sekitar sungai masih sangat terbatas.

"Kondisi ini menunjukkan bahwa sungai telah menjadi zona abu-abu yang tidak terpantau secara efektif, sementara pencemaran berlangsung secara terus-menerus dan sistematis. Apalagi kondisi saat ini menjelang musim kemarau, dimana debit air sungai menurun, dan industri banyak yang membuang limbah cair ke sungai tanpa ada pengawasan yang ketat" ungkap Manuel Sidabutar mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perikanan Universitas Brawijaya.

Kali Surabaya merupakan sumber air baku utama bagi PDAM Surya Sembada Surabaya, yang melayani lebih dari 2 juta jiwa. 

Penurunan kualitas air sungai akibat pencemaran dan kematian biota dapat berdampak langsung pada kenyamanan dan keamanan air konsumsi masyarakat.

Penelitian sebelumnya oleh ECOTON juga menemukan kontaminasi mikroplastik, dan logam berat dalam air Kali Surabaya serta di tubuh ikan dan kerang yang hidup di sekitar sungai.

Tuntutan dan Rekomendasi ECOTON

Menyikapi kejadian ini, ECOTON menuntut:

1. Investigasi menyeluruh oleh DLH dan BBWS Brantas untuk menelusuri sumber pencemar di kawasan industri hulu.

2. ⁠Penegakan hukum lingkungan yang tegas dan transparan terhadap pelaku pencemaran.

3. ⁠Penguatan sistem pemantauan kualitas air secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat dan komunitas lokal.

4. ⁠Transparansi data kualitas air dan hasil uji laboratorium oleh pihak berwenang.

5. ⁠Moratorium penerbitan izin pembuangan limbah cair ke badan air di kawasan Kali Surabaya hingga ada perbaikan sistemik.

Kejadian kematian massal ikan ini seharusnya tidak dianggap sebagai fenomena musiman, melainkan akibat akumulatif dari kegagalan tata kelola sungai secara menyeluruh. 

Jika tidak ada perbaikan sistemik, kejadian serupa akan terus berulang, dengan dampak yang semakin luas, bukan hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi kehidupan manusia.

ECOTON menyerukan kepada seluruh pihak antara lain pemerintah, industri, dan masyarakat untuk bersama-sama menyelamatkan Kali Surabaya. 

Sungai adalah urat nadi kehidupan, dan jika sungai mati, maka masa depan kita pun terancam.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news