Kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah perairan Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, tengah mencuat dan memicu kontroversi. Sertifikat HGB seluas 656 hektare yang diterbitkan atas nama dua perusahaan besar, PT Surya Inti Permata dan PT Semeru Cemerlang, dianggap melanggar aturan tata ruang serta keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013.
Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur, M. Naufal Alghifary, mengkritik keras penerbitan HGB tersebut, yang menurutnya bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Perda tersebut secara tegas mengatur bahwa kawasan perairan Desa Segoro Tambak hanya diperuntukkan bagi kegiatan perikanan, bukan untuk kepentingan komersial atau permukiman.
"Jika benar sertifikat ini dikeluarkan, jelas melanggar aturan tata ruang dan putusan MK. Ini bukan hanya masalah administratif, tapi juga menyangkut kepentingan masyarakat," tegas Naufal dalam pernyataan yang diterima Bhirawa pada Rabu (22/1).
Politisi muda dari Fraksi Demokrat ini juga menyoroti proses penerbitan sertifikat HGB yang melibatkan banyak pihak, mulai dari penjual, pembeli, hingga kelurahan dan warga sekitar. Naufal menilai prosedur ini tidak mungkin berjalan tanpa adanya keterlibatan banyak pihak, seperti penandatanganan akta pelepasan hak, pembayaran pajak, hingga persetujuan di tingkat kelurahan.
"Ini yang perlu kita telusuri, karena ada banyak pihak yang terlibat dalam proses ini," tambah Naufal.
Penerbitan sertifikat HGB seluas 656 hektare tersebut berada di bawah kewenangan Kementerian ATR/BPN. Sementara itu, pemerintah provinsi hanya memiliki kewenangan atas lahan maksimal 25 hektare, dan pemerintah kabupaten memiliki kewenangan atas lahan maksimal 5 hektare.
"Kami menunggu hasil investigasi yang masih dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Kita tunggu hasilnya," ungkap Naufal, menunggu klarifikasi lebih lanjut.
Sebelumnya, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Timur, Lampri, menjelaskan bahwa sertifikat HGB yang diterbitkan telah berlaku sejak tahun 1996 dan akan berakhir pada tahun 2026.
Sertifikat tersebut terbagi menjadi tiga izin: dua izin dimiliki oleh PT Surya Inti Permata, dengan luas masing-masing 285,16 hektare dan 219,31 hektare, sedangkan satu izin milik PT Semeru Cemerlang seluas 152,36 hektare.
"Dari sisi administrasi, HGB ini sah. Namun, kami tetap menunggu klarifikasi dari Kementerian ATR/BPN untuk memastikan tidak ada pelanggaran," ujar Lampri.
Kasus ini kini masih dalam penyelidikan, dan masyarakat menantikan kejelasan dari pihak terkait mengenai legalitas dan dampak dari penerbitan sertifikat HGB tersebut.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Sidak TPA Jabon, Wabup Sidoarjo Hj Mimik Janji Beri Kantong Plastik Sampah Setiap Rumah
- Wabup Sidoarjo Hj Mimik Idayana Inginkan Sosialisasi Masif Aturan Pajak Daerah
- Wabup Hj Mimik Idayana Minta RSUD RT Notopuro Harus Gercep Layani Warga Berobat