Pakar hukum dan pengacara senior, Dr. Adi Warman, SH., MH, menegaskan bahwa pelantikan kepala daerah secara bertahap melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
- Eri Cahyadi Dilantik, Harap Karangan Bunga Diganti Santunan Yatim atau Aksi Penghijauan
- Ikuti Gladi Kotor Pelantikan Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah, Khofifah: Satukan Barisan Pikiran dan Program Untuk Majukan NKRI
- Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari, KIPP Kota Probolinggo Minta Perpres 80/2024 Segera Direvisi
Menurutnya, hal ini tidak hanya bertentangan dengan hukum, tetapi juga bisa menimbulkan konsekuensi serius bagi stabilitas pemerintahan daerah.
"Putusan MK No. 46/PUU-XXII/2024 dengan jelas menyatakan bahwa pelantikan kepala daerah harus dilakukan secara serentak. Ini bertujuan untuk memastikan keseragaman masa jabatan dan stabilitas pemerintahan," terangnya. Kamis (30 Januari 2025).
Adi Warman menyebut, jika dilakukan bertahap, ada risiko ketidakpastian hukum dan diskriminasi bagi kepala daerah yang baru terpilih dalam Pilkada Serentak 2024, dan ini tentunya mempunyai dampak negatif.
Pelantikan kepala daerah yang tidak serentak akan berdampak pada beberapa hal, di antaranya bertentangan dengan Prinsip Keadilan dan Kepastian Hukum.
"Pelantikan yang dilakukan dalam waktu berbeda bisa menimbulkan ketidakadilan dalam masa jabatan kepala daerah. Ini bertentangan dengan prinsip hukum yang mengutamakan keseragaman dan kepastian bagi pejabat publik," tegasnya.
Jika tetap dipaksakan, pelantikan bertahap bisa menjadi objek gugatan hukum, baik oleh kepala daerah yang merasa dirugikan maupun pihak lain yang berkepentingan. "Gugatan bisa diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang dapat memperpanjang polemik hukum," sambungnya.
Bila pelantikan bertahap dipaksa diberlakukan dan melanggar putusan MK, pelantikan kepala daerah yang dilakukan secara bertahap berpotensi batal demi hukum.
"Artinya, mereka yang sudah dilantik bisa kehilangan legitimasi jabatan, yang pada akhirnya dapat memperburuk stabilitas pemerintahan daerah," tuturnya.
Agar tidak terjadi pelanggaran konstitusi, pemerintah perlu segera mengambil langkah hukum yang tepat. Beberapa opsi yang bisa dipertimbangkan adalah, menerbitkan Perppu yang mengatur keserentakan pelantikan kepala daerah sesuai dengan konstitusi.
"Melakukan revisi regulasi agar pelantikan serentak tetap bisa dilakukan tanpa melanggar hukum," imbaunya.
Adi Warman pun meminta MK dan pihak terkait memastikan berkoordinasi untuk menghindari potensi gugatan hukum. Karena pelantikan kepala daerah secara bertahap berisiko besar melanggar konstitusi, menciptakan ketidakpastian hukum, dan merugikan kepala daerah yang terpilih.
"Oleh karena itu, pemerintah harus segera mencari solusi hukum agar pelantikan tetap dilakukan secara serentak, sesuai dengan putusan MK No. 46/PUU-XXII/2024," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Eri Cahyadi Dilantik, Harap Karangan Bunga Diganti Santunan Yatim atau Aksi Penghijauan
- Ikuti Gladi Kotor Pelantikan Kepala Daerah-Wakil Kepala Daerah, Khofifah: Satukan Barisan Pikiran dan Program Untuk Majukan NKRI
- Pelantikan Kepala Daerah 6 Februari, KIPP Kota Probolinggo Minta Perpres 80/2024 Segera Direvisi