Meninggalnya 500 jiwa lebih petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menjadi catatan serius untuk proses demokrasi. Disebutkan, penyebabnya adalah pondasi kepemiluan yang lemah, dan pemilu 17 April juga terkesan borongan atau memaksakan.
- Rizal Ramli Anggap Rekam Jejak Survei Politik Indonesia Diragukan
- Said Salahudin: Boleh Tidak Setuju KAMI, Tapi Jangan Sampai Dipersekusi
- 2000 Orang Tumpah Ruah di Sampang Jatim bersama Para Tokoh, Relawan PAS Ajak Gunakan Hak Pilih untuk Prabowo
Selain itu, kata Titi, manajemen dan desain Pemilu 2019 juga mesti dilakukan koreksi. Sebab, beban yang menumpuk di satuan tugas penyelenggara pemilu tidak berjalan.
"Semuanya itu diatur di dalam UU. Jadi yang kami harapkan bukan pemilu borongan, beban unmanageable kerangka hukum, desain pemilu serentak dikoreksi," tegas Titi.
Di tempat yang sama, Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menambahkan, petugas KPPS dinilai kaget dengan beban kerja. Selain itu, minimnya sosilaisasi dan pelatihan petugas KPPS pun menjadi catatan serius.
"Pelatihan KPPS setahu saya kita hanya mendapatkan sosialisasi dua jam. Petugas KPPS, mereka relarif orang baru semua," demikian Ray.
Hadir juga dalam acara tersebut, mantan Anggota KPU Umar Husin, dan peneliti politik dan pemilu Kevin Evans.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Soal Kasus Ginjal Akut, DPR Minta Penjarakan Perusahaan Farmasi Nakal
- Pengamat: Hanya Golkar yang Masih Konsisten di KIB
- Kenaikan BBM Hanya Tinggal Menunggu Waktu