Keputusan pemerintah membatasi keberadaan warga negara asing di Papua dan Papua Barat menyusul ketegangan yang terjadi dinilai sudah tepat
- Permintaan Terakhir Lieus Sungkharisma Sebelum Meninggal Dunia
- Kongres Pemuda Asia-Afrika: Kekuatan AUKUS untuk Imbangi Agresifitas China di Indo-Pasifik
- Prof. Sudarnoto: Israel Benar-benar Negara Penjahat
"Selama mereka memberikan indikasi-indikasi bahwa keberadaan mereka itu justru untuk mengangkat dan menginternasionalisasi masalah Papua ini," imbuhnya menambahkan.
Anggota Komisi I DPR ini menyebutkan internasionalisasi isu Papua bukan angin lalu. Dia mengaku sudah menemukan hal itu di Belanda.
"Minggu lalu saya ada di Belanda, masalah Papua ini di LN dilihat sebagai masalah yang diskriminasi, masalah yang rasialis. Yang sebenernya di kita itu enggak seperti itu gitu," jelas Andreas.
Sehingga, lanjutnya, itulah tantangan pemerintah bagaimana isu Papua tidak melenceng dari fakta yang ada saat dimunculkan di dunia internasional.
"Kalau orang bicara di LN soal Papua, orang enggak akan terlalu peduli lagi. Tapi ketika bicara soal rasialis diskirminasi, itu yang jadi masalah," demikian Andreas.
Direktorat Jenderal Keimigrasian sebelumnya mendeportasi empat Warga Negara Asing (WNA) asal Australia yang kedapatan ikut dalam aksi demonstrasi yang berujung ricuh di halaman kantor Walikota Sorong pada Agustus lalu.
Keempatnya yakni, Baxter Tom (37), Davidson Cheryl Melinda (36), Hellyer Danielle Joy (31) dan Cobbold Ruth Irene (25). Mereka telah dideportasi melalui Bandara Domine Eduard Osok (DEO) Kota Sorong dengan menggunakan pesawat Batik Air ID 6197, Senin pagi (2/9).[bdp
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- 1.000 Quanzhou
- Roadshow Pemenangan Pemilu di Madura, PAN Jatim Bawa Misi Kebangsaan
- DKPP Tambah Anggaran Rp10 Miliar, Komisi B Tekankan Untuk Kepentingan Warga Surabaya