Revisi UU KPK Dibuat Demi ‘Suasana Kebatinan’ Sekelompok Orang

Revisi Undang-undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) salah satunya mengesahkan eksistensi keberadaan Dewan Pengawas KPK.


"Tidak bisa dipungkiri, selama ini KPK memilik instrumen alat sadap paling canggih yang tidak dimiliki lembaga lain. Tapi yang perlu dipertanyakan bagaimana penggunaan dan prosedur alat sadap tersebut. Darimana alat sadap itu didatangkan,” kata Sekjen Prodem Surabaya, Syahrul dalam diskusi bertajuk ‘Urgensi Perubahan Undang-undang Kesejahteraan Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’ di Gayungsari 1 No 10, Surabaya, Sabtu (21/9) malam.

Menurut Syahrul, keberadaan alat sadap KPK sangat ditakuti para koruptor. Bagi kelompok-kelompok tertentu yang merasa terganggu, UU KPK perlu direvisi.

"Penyadapan KPK ditakuti koruptor. Tapi sejauh mana kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan. Isu Taliban di KPK hingga wadah pegawai KPK yang dituding mendirikan negara di dalam negara, juga perlu ditelusuri kebenarannya. Yang jelas KPK bukan dewa, KPK adalah manusia yang bisa melakukan kesalahan,” terang Syahrul dikutip Kantor Berita

Syahrul menambahkan, polemik revisi UU KPK juga harus dilihat secara global. Pasalnya banyak kepentingan politis dalam pengesahan UU KPK tersebut, mulai kepentingan DPR, pemerintah, aparat, koruptor, stakeholder, hingga asing.

"Banyak konspirasi di situ (Revisi UU KPK). Ada banyak kepentingan. Salah satunya kita tahu ada alat sadap KPK diimpor dari Amerika Serikat (AS). Sehingga ada kemungkinan AS punya peran di KPK. Apakah wadah pegawai KPK dikendalikan AS? Entahlah,” tegas Syahrul.    

Karena itu bila dilakukan revisi UU KPK, Syahrul menyebut revisi tersebut haruslah memperkuat bukan melemahkan.

"Revisi UU KPK harus memperkuat. Selama ini saya melihat revisi dibuat demi ‘suasana kebatinan’ sekelompok golongan yang bertujuan melemahkan KPK,” demikian Syahrul.

Sekedar diketahui, pada daftar isian proyek 2015 silam, lembaga antirasuah telah membeli tiga jenis alat sadap, yakni portebel A (laptop dan receiver), jenis C dan satu unit Low Impact Development Monitor (LID-Monitor) masing-masing senilai Rp 1,525 miliar, Rp 4 miliar dan Rp 17,31 miliar.

Salah satu perangkat penyadapan merupakan buatan dari Jerman. Selain itu, KPK juga memiliki peralatan firing rancangan Amerika Serikat (AS) serta Macro System dari Polandia.[bdp]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news