Presiden Joko Widodo dinilai sengaja meminta DPR RI untuk menunda pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) sambil mencari opsi lain karena takut kepercayaan publik pada pemerintah anjlok.
- Kalau Merasa Kasus Johnny Plate Intervensi Politik, Nasdem Harus Tegas Mundur dari Kabinet
- Rencana Pilkada 2024 Dipercepat, Yang Diuntungkan Bobby dan Gibran
- Fahri Hamzah dan Fadli Zon Diberi Tanda Kehormatan, Jokowi: Inilah Negara Demokrasi
"Saya kira eksekutif atau pemerintah memikirkan opsi baru gitu ya ditengah tingginya penolakan publik soal RUU KUHP, beberapa opsi yang mungkin dipikirkan adalah mengevaluasi kembali atau pada batas yang lebih tinggi menarik atau meminta perubahan pada pasal-pasal kontroversial," ucap Arya Fernandes seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL, Senin (23/9).
Perubahan sikap yang diambil pemerintah, kata Arya, karena RUU KUHP sudah terlalu tinggi penolakan dari masyarakat terhadap pasal-pasal yang kontroversial. Apalagi sebelumnya publik juga melakukan penolakan terhadap Revisi UU KPK.
"Nah kalau pemerintah nekat gitu untuk ikut mendukung atau memberi dukungan terhadap UU (KUHP) itu mungkin pemerintah khawatir juga akan mendapatkan risiko politik dari publik terkait misalnya kepercayaan publik yang turun," katanya.
Padahal kata Arya, seluruh fraksi partai politik baik pendukung pemerintah maupun nonpendukung pemerintah telah mengesahkan di tingkat pertama, pemerintah dinilai tidak ingin mengambil risiko yang tinggi. Sehingga Presiden Jokowi meminta DPR untuk menunda sementara pembahasan Revisi UU KUHP.
"Jadi saya kira ini cara pemerintah juga untuk meredam situasi sambil memikirkan opsi-opsi politik terkait UU tersebut," pungkasnya. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jokowi Setuju Pemilu Serentak Digelar April 2024
- Ada Judicial Review Batasan Usia Capres Cawapres, Heran MK kok Akhir-akhir ini Ngurusi Usia
- DKPP Akan Periksa Dua Perkara Dugaan Pelanggaran Kode Etik di Kota Surabaya