Terbukti Rasis, ASN Pemkot Surabaya Divonis 5 Bulan Penjara

Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis bersalah terhadap Syamsul Arifin, terdakwa kasus rasisme saat kerusuhan di Asrama Mahasiswa Papua (AMP).


ASN Pemkot Surabaya yang bertugas sebagai Linmas di Kecamatan Tambaksari ini dinyatakan terbukti bersalah melontarkan kata monyet yang dianggap sebagai bentuk rasisme dan bertentangan dengan Pasal 16 UU RI Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

"Mengadili, menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Syamsul Arifin dengan pidana penjara selama 5 bulan dikurangi selama terdakwa menjalani masa penahanan," ujar Ketua majelis hakim Yohannes Hehamony dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat membacakan amar putusannya diruang sidang Garuda 2, Kamis (30/1).

Dalam amar putusan, majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp 1 juta.

"Apabila tidak dibayar, maka sesuai ketentuan undang-undang diganti pidana kurungan selama satu bulan," sambung hakim Yohannes.

Vonis yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa sendiri lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Jatim  menuntut terdakwa dengan 8 bulan penjara.

Syamsul sendiri sudah menjalani tahanan sejak 3 September 2019. Jika dihitung sejak masa penahanannya itu Syamsul telah menjalani 5 bulan tahanan dan otomatis langsung bebas.

Usai menerima vonis dari majelis hakim tersebut, terdakwa mengaku puas dan lega. Ia juga mengaku sudah meminta maaf dengan dengan apa yang diucapkannya kepada mahasiswa Papua.

"Alhamdulillah, menerima. Besok langsung pulang. Saya juga sudah minta maaf. Saya hanya mematuhi dan kooperatif," tutur terdakwa.

Diketahui, Selain terdakwa Syamsul Arifin, Kasus ini juga menyeret dua terdakwa lainnya yakni Tri Susanti alias Mak Susi, mantan anggota ormas FKPPI dan Andria Ardiansyah, seorang youtuber asal Kebumen, Jawa Tengah.

Dalam kasus ini,Mak Susi dituntut hukuman 1 tahun penjara lantaran dianggap JPU terbukti menyebar berita bohong atau hoaks melalui  sarana elektronik yakni WhatsApp terkait perusakan bendera merah putih di Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Surabaya pada Jum'at (16/8) lalu.

Sedangkan terdakwa Andria Ardiansyah dituntut 8 bulan penjara oleh JPU Kejati Jatim dan menyatakan terdakwa  bersalah karena telah menggugah insiden Kerusuhan di akun YouTube  tanpa melihat fakta yang sebenarnya. 

ikuti terus update berita rmoljatim di google news