Tiga Akademisi Soroti RKUHAP, Berpotensi Sebabkan Satu Lembaga Otoriter dan Tak Terkontrol

Para akademisi soroti RKUHP/ ist
Para akademisi soroti RKUHP/ ist

Pembahasan RKUHAP terkait wewenang kejaksaan dalam penyidikan terus menjadi perbincangan publik. 


Akademisi dan pakar melihat akan ada kewenangan yang sumir dalam penegakkan hukum di Indonesia. Ini akan merugikan rakyat dalam hal kepastian hukum.

RKUHAP juga disoroti oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan lmu Politik Universitas Airlangga Prof. Dr. Bagong Suyanto ,Drs., MSi. Ia mengungkapkan harus ada diferensiasi fungsional  dalam penegakkan hukum sebagai pembagian kekuasaan.

"Pembagian kekuasaan agar tidak terjadi personalize pada orang atau lembaga tertentu. Apabila terjadi akumulasi kekuasaan akan membuat orang atau lembaga  cenderung otoriter dan tidak ada kontrol," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Direktur 3 Sekolah Pascasariana Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Prof. Dr. Suparto Wijoyo, S.H., M.Hum., mengungkapkan, posisi kepolisian itu ada pengaturan atributif dilevel konstitusi memiliki kewenangan penyidikan dalam proses penagakkan hukum.

"Kepolisian adalah kewenangan konstitusional, dalam diferensiasi fungsional yang secara general rule penyidikan tetap ada pada kepolisian," ungkapnya.

Hal yang sama juga diutarakan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Malang Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum., mengungkapkan, diferensiasi fungsional dimaksudkan supaya setiap aparat penegak hukum betul-betul memahami ruang lingkupnya.

Ia melihat perlunya ada batas-batas wewenang. Kepolisian wewenangnya apa serta batas-batasnya sampai dimana, bagitu pula dengan kewenangan kejaksaan. 

"Ini untuk memastikan bahwa masing-masin subsistem didalam sistem peradilan pidana itu tahu batas-batas kewenangannya. Jika kewenangannya sumir akan terjadi tumpang tindih," ujarnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news