Wacana jabatan presiden tiga periode mulai bergeliat menjelang Pemilu 2024. Namun wacana ini bukanlah hal baru terjadi di Indonesia.
- Dua Tokoh Karawang Tak Setuju Jika MUI Dibubarkan
- Siapa Yang Akan Gantikan Azis Syamsuddin?
- Jokowi Didampingi Erick Thohir Berikan Semangat Punggawa Timnas U-20 di GBK
Dikatakan Ketua Umum Forum Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, wacana presiden tiga periode merupakan langkah yang rasional demi mempertahankan kekuasaan.
Sebab, waktu dua periode dinilai tidak cukup untuk membangun Indonesia yang begitu besar. Terlebih secara politik, Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini mampu mengkonsolidasikan partai-partai politik.
“Terbukti anak dan mantunya bisa menjadi walikota pada Pilkada 2020. Ini menunjukan bahwa Jokowi mampu mengendalikan partai-partai,” ujar Arief dalam webinar Political and Public Policy Studies bertajuk 'Jabatan Presiden 3 Periode: Konstitusoonal atau Konstitusional?', Jumat (11/3).
Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa konstitusi negara dibuat justru untuk membatasi kekuasaan.
Menurutnya, kekuasaan Presiden itu jika diperlukan diperpendek, karena apabila terlalu lama, justru bisa terjadi potensi korupsi dan otoriter.
“Sebab memang kekuasaan adalah power tends to corrupt. Apalagi kalau kekuasaan digenggam terlalu lama bisa menjadi otoriter,” kata Rocky.
Senada, Founder lembaga survei Kedai Kopi Hendri Satrio mengatakan bahwa bangsa ini tidak kekurangan figur untuk menjadi presiden.
Oleh sebab itu, kata Hensat, wacana tiga periode masa jabatan presiden adalah hal yang tidak ideal.
"Sebagai negara yang besar, Indonesia memiliki banyak anak bangsa yang siap untuk menjadi Presiden," tuturnya.
Sementara itu, Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menegaskan, tidak ada alasan bagi presiden untuk melanggengkan kekuasaannya menjadi 3 periode.
Sebab ada landasan hukum yang kuat bahwa kekuasaan seorang presiden dibatasi.
“Semangat demokrasi mesti tetap dirawat. Oleh sebab itu sirkulasi kekuasaan tidak boleh dihambat. Hanya negara yang tidak terbuka saja yang melanggengkan presiden lebih dari dua periode,” kata pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini.
Hal serupa juga dikemukakan oleh Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (PUSAKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Fery Amsari menjelaskan bahwa masa jabatan Presiden tidak boleh lebih dari dua periode. Meskipun, dalam perjalanan bangsa Indonesia pernah mengalami fase tersebut.
“Belajar dari pengalaman masa lalu, maka sebaiknya kita tetap menjalankan apa yang sudah ada. Tidak perlu lagi menambah masa jabatan presiden,” kata Feri.
Direktur Eksekutif P3S, Jerry Massie menambahkan, wacana tiga periode jabatan Presiden tidak lebih penting dari menyelamatkan Indonesia atas persoalan besar yang sedang dihadapi saat ini yaitu pandemi Covid-19.
Sebab, keselamatan warga negara melalui kepastian vaksinasi yang menyeluruh menjadi hal paling urgent ketimbang membahas wacana jabatan tiga periode Presiden.
“Usulan tiga periode bagi saya irasional dan kalau kita merunut sistem pemerintahan kita bukan Republik sebetulnya Indonesia menganut sistem monarki. Alasannya Indonesia sejak awal dikelilingi kerajaan-kerajaan. Contoh, abad ke-4 Kerajaan Hindu Kutai Kartanegara, Abad ke-7 Kerajaan Budha Sriwijaya abad ke 12-16 Muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai dan Demak dan Mataram,” kata Jerry sebagaimana dimuat Kantor Berita Politik RMOL.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemilu 2024, MUI Ingatkan Bahaya Politik Identitas
- Perjanjian FIR Dianggap Melanggar UU dan Membahayakan Posisi Jokowi
- Ini Alasan Golkar Kota Madiun Tak Buka Pendaftaran Bakal Calon Wali Kota