Polemik Legalitas Ormas Kosgoro 1957, Yusuf Husni: Tidak Usah Bermanuver, Golkar Partai Besar 

Yusuf Husni (kiri) bersama Azis Syamsuddin/Ist
Yusuf Husni (kiri) bersama Azis Syamsuddin/Ist

Jelang perhelatan Musyawarah Besar (Mubes) Kosgoro 1957, polemik tentang legalitas kepemimpian Ormas Kosgoro 1957 kembali mengemuka. Hal ini disebabkan dasar hukum penyelenggaraan Mubes itu sendiri masih simpang siur di tengah masyarakat.


Yusuf Husni, Ketua PDK Kosgoro 1957 Jawa Timur mencoba meluruskan duduk perkara yang terjadi di dalam tubuh organisasi kemasyarakatan yang legedaris ini. 

Menurut Yusuf, untuk memahami hal ini, perlu kembali pada asas bernegara yang dinyatakan dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 berbunyi "Negara Indonesia adalah negara hukum". Konsekuensinya adalah segala kehidupan kenegaraan selalu berdasarkan kepada hukum.

Oleh sebab itu, lanjut Yusuf, untuk memverifikasi klaim semua pihak, sebaiknya datangkan dasar hukum dan legalitas masing-masing yang menyatakan kedudukan mereka sah menurut hukum. 

“Itu sebabnya, dasar hukum untuk memverifikasi klaim setiap pihak, maka kita harus merujuk pada Undang-undang Nomor 17 tahu 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Lantas, apa yang dimaksud dengan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)? dan Apa syarat legalnya?” Ujar Yusuf dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Sabtu (27/2).

Dijelaskan Yusuf, berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 17 tahu 2013, Pasal 1 ayat 1, bahwa: Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.

Kemudian dalam Pasal 9 disebutkan, bahwa Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan.” Lalu pada Pasal 10 dikatakan: (1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum. Kemudian pada Pasal 11dijelaskan, bahwa (1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan. Adapun Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis anggota (ayat (2)). Sedangkan Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota (ayat (3)). 

“Artinya, jangan lupa dalam kerangka hukum negara Republik Indonesia, Kosgoro 1957 adalah termasuk dalam organisasi kemasyarakatan yang berbasis anggota. Itu sebabnya, dia adalah bentuk sebuah perkumpulan, bukan yayasan,” tegas Yusuf yang akrab disapa Cak Ucup. 

Adapun terkait legalitas perkumpulan itu sendiri, Pasal 12 ayat (2) UU No 17 tahu 2013 tentang Ormas menyebutkan, bahwa Pengesahan sebagai badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, yang dalam hal ini tidak lain adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jelas Ketua PDK Kosgoro 1957 Jawa Timur tersebut.

“Dengan demikian, bila kita merujuk pada asas legalitas yang benar menurut hukum dan norma yang berlaku di Negara Kesatua Republik Indonesia, maka pihak Azis Syamsuddin lah yang kedudukannya sah menurut hukum. Ini sesuai putusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-00222215.AH.01.07 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong 1957 (Kosgoro 57) yang menyatakan bahwa, Kosgoro dipimpin oleh Dr. Muhammad Azis Syamsuddin sebagai Ketua Umum,” jelasnya. 

Terkait hal itu, Cak Ucup cukup menyesalkan munculnya kembali polemik terkait legalitas kepemimpian ormas Kosgoro belakangan ini. Terlebih polemik itu datang dari sejumlah kader Partai Golkar yang terikat pada ketentuan AD/ART Partai Golkar. 

Cak Ucup lantas mengingatkan, bahwa Anggaran Dasar Partai Golkar Pasal 28 sudah jelas menyebutkan:

1. Partai Golkar menjalin kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan sebagai sumber kader, yang mempunyai ikatan sejarah sebagai organisasi pendiri.

2. Partai Golkar memiliki hubungan dan menjalin kerjasama dengan Organisasi Kemasyarakatan yang didirikannya.

3. Partai Golkar dapat bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan/lembaga-lembaga yang menyalurkan aspirasinya kepada Partai Golkar.

4. Pengaturan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Oleh sebab itu Cak Ucup menghimbau pada semua kader Partai Golkar yang terlibat dalam polemik ini, agar jangan sampai salah langkah. 

“Jadi tidak usah bermanuver. Sebaiknya datangkan dasar hukum dan legalitas masing-masing pihak yang menyatakan kedudukan mereka sah menurut hukum. Sebab Partai Gokar adalah partai besar. Sekecil apapun gejolak dalam partai ini akan berdampak besar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.” demikian Cak Ucup.